Kabar Latuharhary

Kekhawatiran Masyarakat di Ruang Publik, Ancaman Bagi Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Indonesia

Jakarta-Pelanggaran terhadap hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi perlu menjadi perhatian khusus. Dalam pemantauan Komnas HAM sepanjang 2020-2021, terdapat pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi.

“Ancaman dalam konteks ekspresi politik, diskusi ilmiah, karya jurnalistik, pendapat di muka umum, dan kesaksian di pengadilan,” papar Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro saat menjadi pembicara Diskusi & Peluncuran Laporan Studi Kerangka Hukum Pelindungan Civic Space di Indonesia: “Melindungi Ruang, Menjaga Harapan” yang diselenggarakan secara daring oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Rabu (21/12/2022).

Atnike juga menyoroti pembatasan ruang kebebasan berpendapat dan berekspresi tidak terlepas dari isu-isu besar yang menjadi perhatian publik. “Misalnya kasus TWK, KPK, pembahasan Omnibus Law, korupsi, kritik terhadap institusi atau lembaga negara, penanganan pandemi,” terang Atnike.

Kondisi ini, dinilainya, membawa kekhawatiran di tengah masyarakat. Berdasarkan survei terkait kebebasan berpendapat dan berekspresi oleh Komnas HAM bersama dengan Litbang Kompas di 34 provinsi di Indonesia pada 2020, terlihat kekhawatiran masyarakat ketika berpartisipasi di ruang publik.

Detilnya, sebanyak 36% responden merasa tidak bebas menyampaikan ekspresi di media sosial. Selanjutnya, 66% responden khawatir akun atau data pribadi mereka diretas atau disalahgunakan. Sebanyak 29% responden menilai bahwa mengkritik pemerintah adalah isu paling tidak bebas untuk dinyatakan dan diekspresikan. Lalu 80% responden khawatir bahwa dalam keadaan darurat pemerintah dapat atau akan menyalahgunakan kewenangan untuk membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi.

 “Dari hasil survei tersebut lihat bahwa di dalam masyarakat ada kekhawatiran ketika mereka berpartisipasi di ruang publik. Mereka akan mengalami atau menghadapi ancaman, khususnya dalam kaitannya partisipasi politik warga,” jelas Atnike.

Mayoritas pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi tersebut terjadi dalam bentuk serangan digital, kriminalisasi, intimidasi, ancaman, serta teror. “Korban intimidasi, ancaman dan teror, temuan Komnas HAM seperti mahasiswa,  jurnalis, individu, akademisi dan media massa,” lanjut Atnike. (AM/IW)
Short link