Kabar Latuharhary

Komnas HAM Serukan Urgensi Ratifikasi Protokol Konvensi Pencegahan Anti Penyiksaan

Jakarta-Maraknya kasus-kasus penyiksaan di Indonesia menjadi sinyal pentingnya ratifikasi Optional Protocol to the Convention against Torture (OPCAT) sebagai upaya pencegahan. 

“Penyiksaan adalah  perbuatan melanggar Hukum dan HAM. Penyiksaan ada dan terjadi di Indonesia,” jelas Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI Amiruddin ketika menjadi narasumber “Media Briefing Peringatan Hari Anti Penyiksaan Internasional”, Jumat (24/6/2022).

Faktanya, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (CAT) melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. Hal ini membuat  enam lembaga nasional HAM prihatin atas kondisi penyiksaan di Indonesia. 

“Kita bersama mendorong agar hukum yang sudah ada semakin kuat mekanismenya. Kita sama-sama mendorong ratifikasi OPCAT supaya penyiksaan tidak terjadi lagi kedepan,” tutur Amir. 


Ratifikasi Konvensi  Anti Penyiksaan (OPCAT) menjadi penting karena berdasarkan data yang masuk ke Komnas HAM dan di media massa, penyiksaan masih banyak terjadi di Indonesia. 

“Penyiksaan itu ada dan terjadi, bahkan bentuknya melampaui imajinasi akal sehat, mari kita bangun kesadaran bersama akan hal ini. Kejadian penyiksaan yang muncul di media hanya puncak gunung es dari yang ada,” tegas Amir.

Amir berharap seluruh pemangku kepentingan, mulai dari instansi pemerintahan, kepolisian, kejaksaan, Lembaga Pemasyarakatan ikut bersama mencegah penyiksaan dengan cara mewujudkan ratifikasi OPCAT.

“OPCAT yang kita usulkan ini adalah mekanisme nasional yang bsia menjadi pedoman bagi semua instansi negara untuk mencegah seluruh bentuk penyiksaan dan pelanggaran HAM lainnya. Urgensi kita untuk meratifikasi  ini adalah agar kita dapat mencegah dan menghentikan segala bentuk penyiksaan ini, kalau tidak diratifikasi seperti pembiaran peristiwa-peristiwa itu terjadi,” ulas Amir. (SP/IW)

Short link