Rekam Media

Komnas HAM: Banyak Warga Terancam Tidak Bisa Memilih

Makassar, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) menurunkan tim pemantau Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden di Sulawesi Selatan. Hasilnya, ditemukan fakta bahwa menjelang pemungutan suara masih banyak masyarakat yang memenuhi syarat, namun berpotensi tidak dapat memilih.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan temuan diperoleh dari hasil pantauan tim pada berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan Pemilu di Sulsel. Di antaranya Bawaslu, Kepolisian Daerah, Pemerintah Provinsi, serta jajaran lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan di Kementerian Hukum dan HAM.

Potensi tidak dapat memilih diakibatkan alasan administratif, yakni belum memiliki e-KTP atau pun belum melakukan perekaman data. Dalam daftar pemilih tetap (DPT), di Sulsel terdapat 6.159.379 pemilih yang tersebar di 26.348 tempat pemungutan suara.

“Sampai menjelang tahap pemilihan, persoalan tersebut masih menjadi sorotan utama di setiap pertemuan yang Komnas HAM lakukan,” kata Beka di Makassar, Kamis (21/3).

1.       Sulsel dipantau karena tergolong daerah kerawanan tinggi

Beka menjelaskan, pemantauan Pemilu dan Pilpres digelar di sejumlah daerah. Sulsel, salah satunya, dipilih karena memiliki indeks kerawanan tinggi menurut Polri dan Bawaslu. Pemantauan juga digelar di daerah lain yang rawan, seperti Kalimantan Tengah, Banten, Jawa Timur, Aceh, dan Papua.

“Pemantuan dilakukan pareka Pileg dan Pilpres merupakan peristiwa politik terpenting. Kita ingin hasilnya menjadi standar dalam upaya penegakan HAM berupa pemenuhan atas hak konstitusional seluruh warga negara,” ucapnya.

2.       Hanya separuh warga pemasyarakatan yang terdaftar

Berdasarkan aspek pemenuhan hak pilih, warga binaan pemasyarakatan di seluruh Lapas dan Rutan jadi salah satu perhatian utama. Komnas HAM menemukan pengabaian hak konstitusi karena warga binaan tidak terdaftar dalam DPT.

Di seluruh Sulsel, terdapat 10.634 warga binaan. Namun hanya 5.961 orang yang masuk DPT. Contoh lain di Rutan Pangkep. Dari 383 orang warga binaan, hanya 41 orang yang masuk DPT.

Rendahnya pemenuhan hak warga binaan disebabkan mereka rata-rata tidak mengantongi e-KTP. Mereka ingin datanya direkam, namun terkendala syarat kartu keluarga yang sulit dihadirkan. “Lalu keterbatasan kewenangan Disdukcapil, yang hanya bersedia merekam data kalau berasal dari warga daerah setempat,” kata Beka.

3.       Kelompok adat, disabilitas, dan lokalisasi belum tersentuh maksimal

Menurut Beka, Komnas HAM menemukan bahwa pemenuhan hak pilih juga ditemui di sejumlah kelompok masyarakat. Misalnya, kelompok masyarakat adat dan terpencil. Di kelompok suku Kajang, Kabupaten Bulukumba, warga tidak punya e-KTP. Mereka menolak difoto tanpa ikat kepala dalam pembuatan e-KTP, sehingga tidak punya akses memilih.

Di kelompok disabilitas, terlihat kurangnya upaya penyelenggara maupun calon kandidat Pemilu 2019. Tidak ada kampanye dan sosialisasi khusus kepada kelompok ini, karena dianggap bukan prioritas. Kondisi serupa ditemukan di wilayah lokalisasi masyarakat kusta yang rentan dikucilkan karena stigma negatif.

4.       Ada lima rekomendasi berdasarkan temuan di Sulsel

Berdasarkan temuan, Komnas Ham mengeluarkan lima rekomendasi dalam pemenuhan hak konstitusional warga pada Pemilu. Pertama, mendesak adanya kebijakan KPU dan Kementerian Dalam Negeri terkait mekanisme perekaman e-KTP yang memungkinkan bagi warga binaan dan masyarakat adat.

Kedua, KPU dan Bawaslu serta seluruh pihak terkait harus meningkatkan koordinasi agar menghasilkan strategi yang lebih menjamin pemilihan hak memilih bagi seluruh lapisan masyarakat. Selanjutnya, mendorong partisipasi masyarakat untuk melaporkan segala upaya pembatasan hak pilih.

Pada poin keempat, Komnas HAM mendorong penyelenggara Pemilu agar membuat strategi percepatan untuk merespons temuan-temuan di lapangan. Dan kelima, mendorong penyelenggara Pemilu agar dapat mempertimbangkan waktu pelaksanaan saat membuat kebijakan terkait penyelenggaraan Pemilu.

“Jangan sampai kebijakan diterbitkan menjelang pencoblosan, karena sedikit waktu untuk sosialisasi,” Beka menerangkan.

 

Aan Pranata

Editor

Dwi Agustiar

Ita Lismawati F Malau

https://sulsel.idntimes.com/news/sulsel/aanpranata/komnas-ham-banyak-warga-terancam-tidak-bisa-memilih/full