Komnas HAM Perwakilan Kalimantan Barat telah melakukan koordinasi penyelesaian kasus aduan masyarakat dengan Pemerintah Kabupaten Sekadau terkait permasalahan lahan transmigrasi di Desa Semabi dan Desa Landau Kodah, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau (05 Oktober 2022).
Permasalahan
tersebut berawal dari masyarakat Eks-Transmigrasi yang tinggal di Desa Landau
Kodah tidak dapat menguasai Lahan Usaha 2 (LU2) di Desa Semabi yang sesuai
dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) diperuntukkan untuk pertanian karena mendapat
penolakan dari masyarakat Desa Semabi. Sesuai data dari pengadu, luas Lahan
Usaha 2 adalah 0,75 hektar dengan total sertifikat 212 sertifikat. Sehingga
total keseluruhan adalah 159 hektar. Diduga, perencanaan program transmigrasi
tahun 1983 tersebut tidak clean and clear. Kemudian di tahun 2012 PT.
Agro Anugerah Lestari beraktifitas di beberapa desa di Kecamatan Sekadau Hilir,
di mana diduga salah satu Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan berada di atas tanah
bersertifikat hak milik milik masyarakat Eks Transmigrasi yang berlokasi di
Desa Semabi. Diduga, penerbitan Hak Guna Usaha tersebut juga tidak clean and
clear.
Pertemuan yang
dihadiri Komnas HAM Perwakilan Kalimantan Barat, yaitu Nelly Yusnita selaku
Kepala Perwakilan Komnas HAM Perwakilan Kalimantan Barat, Tian Sandu Arista
selaku Sub Koordinator Layanan Fungsi Penegakan HAM, Lita Anggareni selaku
Analis Pelanggaran HAM, Muhammad Isa selaku Sekretaris Daerah beserta jajaran
OPD terkait, Kainda selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sekadau, dan
pimpinan PT. Agro Anugerah Lestari di Kantor Bupati Sekadau tersebut membahas
tentang solusi atas permasalahan yang telah terjadi sejak puluhan tahun lalu.
"Harapan dari masyarakat Eks Transmigrasi yang tinggal di Desa Landau
Kodah adalah mendapat kompensasi atas lahan yang tidak dapat dikuasai sejak
awal di Desa Semabi, " jelas Nelly Yusnita selaku Kepala Komnas HAM
Perwakilan Kalimantan Barat. Hal tersebut sejalan dengan Pasal 36 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 39 tentang Hak Asasi Manusia yang intinya tidak seorangpun
boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.
Penyelesaian
permasalahan tersebut disambut baik oleh pemerintah daerah setempat. Pemerintah
daerah setempat, pihak perusahaan, dan masyarakat sepakat melakukan verifikasi
data pemilik SHM, lokasi HGU dan SHM yang tumpang tindih guna mengetahui korban
yang terdampak dan bentuk kompensasi yang akan diberikan. (LA)