
Banda Aceh – 22
Desember 2022, Komnas HAM Perwakilan Aceh mengadakan pertemuan koordinasi dan silaturahmi
antara beberapa Komisi/Lembaga Negara/daerah independent yang ada di Aceh. Hadir
dalam pertemuan tersebut Ketua Komisi Informasi Aceh (KIA), Arman Fauzi yang
didampingi Staf Khususnya Nashrun Marzuki, Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh,
Dian Rubianty didampingi Kepala Keasistenan Bidang Penerimaan dan Pemeriksaan Laporan,
Ayu Putri dan Nurul Nabila, dan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Aceh (KPIA),
Faisal Ilyas serta Komisioner KPIA, Teuku Zulkhairi.
Dalam pengantar pembukanya, Kepala
Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriady Utama secara singkat menjelaskan maksud
dan tujuan dari pertemuan, yaitu dalam rangka koordinasi, silaturahmi dan saling
mengenal tugas pokok dan fungsi dari masing-masing komisi/lembaga. Sebagai
lembaga negara yang independent, masing-masing lembaga memiliki kekhasan karena
memiliki undang-undang yang berbeda. Dengan demikian koordinasi menjadi isu
penting dalam membangun sinergi. Untuk tahap awal silahturahmi ini baru
mencakup 4 (empat) komisi/lembaga, yaitu Komnas HAM Perwakilan Aceh, Ombudsman
Perwakilan Aceh, KIA dan KPIA, dan dalam pertemuan lanjutan akan diperluas
dengan mengundang Bawaslu/Panwaslih Aceh, KIP Aceh, Kantor Penghubung Komisi
Yudisial dan KKR Aceh.
Sejalan dengan hal tersebut, Kepala
Ombudsman Perwakilan Aceh Dian Rubianty menyampaikan bahwa koordinasi yang
dilakukan saat ini sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Ombudsman.
Seperti dalam penanganan pekerja migran, Ombudsman memastikan bahwa proses
dokumen mulai dari perekrutan hingga keberangkatan sesuai dengan prosedur.
Namun, pada kenyataannya banyak proses perekrutan yang tidak sesuai dengan
prosedur, sehingga terjadilah perdagangan manusia, dan itu dapat menjadi bagian
dari tugasnya Komnas HAM. Dian
menambahkan bahwa dalam melaksanakan fungsinya, Ombudsman juga memerlukan
dukungan, baik dari KIA, KPIA dan Komnas HAM. Sebagai Lembaga yang mengawasi
pelayanan publik, Ombudman memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) sangat terbatas.
Untuk wilayah Aceh terdapat 23 Kabupaten/Kota, sehingga tanpa berjejaring,
Ombudsman tidak dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. Dalam konteks
inilah dibutuhkan koordinasi untuk saling bersinergi.
Pada pertemuan tersebut juga dijelaskan secara singkat bahwa Ombudsman Perwakilan Aceh mempunyai 3 (tiga) Kepala Keasistenan yaitu Kepala keasistenan dibidang Pencegahan, Kepala Keasistenan dibidang Penerimaan laporan dan Verifikasi laporan, dan Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan.
Sementara Ketua KIA, Arman
Fauzi mengatakan tidak berbeda jauh dari tugasnya Ombudsman dan Komnas HAM,
Komisi Informasi juga memiliki tugas menerima, memutuskan, dan memeriksa sengketa
informasi publik yang saat ini sudah mulai beragam informasinya, tidak hanya
mengenai realisasi anggaran, namun juga mencakup informasi tentang hubungan
industrial, perizinan dan dokumen pertanahan.
Pada pertemuan tersebut, Ketua
KPIA, Faisal menjelaskan tentang Komisi Penyiaran Indonesia Aceh yang
keberadaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
KPIA memiliki 7 (tujuh) Komisioner dengan latar belakang dan profesi yang
berbeda, untuk seseorang yang menduduki suatu jabatan, terdapat aturan perihal
jangka waktu yaitu 3 (tiga) tahun baik di nasional maupun daerah. Faisal
menambahkan bahwa KPIA hanya mengawasi 2 (dua) sektor yaitu televisi dan radio.
Menariknya di Aceh, ketika sebuah siaran sudah lulus sensor dan ditayangkan di
pusat belum tentu bisa lulus penayangannya di Aceh karena Aceh mempunyai aturan
yang berbeda yang berhubungan dengan pemberlakuan syariat Islam.
Di akhir pertemuan, disepakati
bahwa forum lintas komisi/lembaga ini adalah forum silahturahmi, koordinasi dan
saling bertukar informasi yang sifatnya informal yang dibutuhkan dalam rangka
optimalisasi dan sinergisasi pelaksanaan fungsi dari masing-masing lembaga
sesuai dengan undang-undang. (SM/SP)