
Banda Aceh - Senin, 13 Maret 2023,
Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriady Utama membuka kegiatan Lokakarya
Penguatan Lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Penanganan Pengungsi Luar
Negeri di Aceh. Kegiatan lokakarya ini diinisiasi oleh UNHCR dalam rangka
memperkuat pengetahuan Lembaga HAM di Aceh mengenai hukum pengungsi dan peran
UNHCR dalam perlindungan bagi pengungsi.
Selain itu,
lokakarya ini bertujuan untuk mempererat hubungan antara UNHCR dengan Lembaga
HAM di Aceh guna meningkatkan pengarusutamaan prinsip-prinsip perlindungan
dalam penanganan pengungsi di Aceh. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Kepala
Ombudsman RI Perwakilan Aceh Dian Rubianty dan para Kepala Keasistenan Ombudsman,
Subkor dan Staf Layanan Fungsi Penegakan HAM Komnas HAM Perwakilan Aceh, Kanwil
Kemenkumham Aceh, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh dan
pemerhati anak.
Dalam kesempatan tersebut, Sepriady menyampaikan bahwa Aceh merupakan tujuan dan tempat transit bagi ribuan pengungsi Rohingya. Berdasarkan data UNHCR, Aceh telah menerima 1.320 pengungsi Rohingya dalam sebelas kali pendaratan sepanjang tahun 2020 s.d. 2023. Komnas HAM Perwakilan Aceh telah melakukan tiga kali pemantauan sejak tahun 2022 s.d. 2023 dalam rangka memastikan perlindungan dan penanganan terhadap pengungsi Rohingya sesuai dengan prinsip-prinsip HAM.
Komnas HAM Perwakilan
Aceh telah memberikan saran tertulis kepada Gubernur Aceh melalui surat nomor
741/PM.00.02/III/2022, yang salah satunya meminta kepada Gubernur Aceh untuk
segera membentuk Satuan Tugas Penanganan Pengungsi Luar Negeri sesuai dengan Surat
Edaran Kemendagri Nomor 300/2037 SJ tentang Pembentukan Satuan Tugas Penanganan
Pengungsi Luar Negeri di Provinsi.
“Walaupun
dengan berbagai pertimbangan Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951, setidaknya
kita memiliki Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari
Luar Negeri yang dapat dijadikan pedoman dan rujukan bagi pemerintah serta
pihak terkait lainnya untuk bekerja sama dengan UNHCR dalam menangani pengungsi
dari luar negeri terutama mengenai hak-hak dasar para pengungsi”, tegas
Sepriady.
Kegiatan
dilanjutkan penyampaian materi oleh Dwita Aryani, Assistant Protection Officer UNHCR
yang menjelaskan mengenai mandat UNHCR, instrumen hukum internasional dan
nasional terkait perlindungan pengungsi di Indonesia, solusi komprehensif dan
jalur pelengkap bagi pengungsi, definisi pengungsi dan kerentanan pengungsi,
serta penanganan pengungsi sebelum dan sesudah Perpres Nomor 125 Tahun 2016. Selain
itu, para peserta lokakarya juga menyampaikan ide atau gagasan terkait
penanganan pengungsi Rohingya di Aceh baik melalui melalui pertanyaan maupun masukan
berdasarkan pengamatan dan pengalaman dari para peserta dalam hal penanganan
pengungsi. (YU/SML)