Kabar Latuharhary

Kunjungan kerja DPRD Kabupaten Seluma, Bengkulu: Upaya Pemerintah Daerah Membuat RAPERDA Berwawasan HAM

Pada tanggal 2 juni 2015 Komnas HAM mendapat tamu kehormatan dari Komisi II DPRD Kabupaten Seluma-Bengkulu. Kabupaten ini adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan. Adapun agenda utama pertemuan ini adalah membahas isu-isu HAM di Kabupaten Seluma. Beberapa pokok masalah sudah dipersiapkan dan dijadikan acuan diskusi. Komnas HAM yang diwakili Sriyana selaku Plt. Kepala Biro Perencanaan menyambut hangat atas kedatangan para anggota Dewan tersebut.

Rombongan yang terdiri dari 11 orang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi II, Herwan Effendi, S.Sos. Ia menjelaskan pentingnya sosialisasi HAM di masyarakat khususnya di daerah Seluma-Bengkulu. Pendekatan HAM diharapkan mampu menjawab persoalan di daerahnya. Lebih lanjut,  ia mengharapkan setelah mendapatkan gambaran tentang HAM nantinya akan dijadikan bahan rujukan pembuatan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) berwawasan HAM.

Gayung bersambut, Komnas HAM memiliki pandangan yang sama mendukung upaya pemerintah membangun komitmen bersama dalam pembuatan Raperda berbasis HAM. Sebagai payung hukum dalam upaya perlindungan HAM, Raperda ini tentu sangat dinantikan masyarakyat. Masyarakat sangat antusias agar HAM berdiri dengan kokoh di Republik ini. Adapun keinginan Komisi II sangat jelas bahwa Raperda bentukan ini nantinya akan dapat memuliakan manusia. Dewan sebagai kepanjangan suara rakyat berusaha keras membangun produk peraturan yang sesuai harapan rakyat.

Sriyana menyarankan sebelum Raperda disahkan, sebaiknya diuji publik terlebih dahulu. Tujuannya melihat kepekaan masyarakat apakah sensitif terhadap Raperda yang akan dijadikan aturan baku di daerahnya. Masyarakat diajak duduk bersama menyelesaikan komitmen aturan di daerahnya. Apabila di dalam uji kelayakan diterima dan tidak menimbulkan konflik maka Raperda siap disahkan oleh legislatif di ruang sidang. Jelasnya Komnas HAM memberikan perhatian penuh dan menaruh harapan besar terhadap DPRD Kabupaten Seluma. Lebih lanjut bahwa Komnas HAM siap untuk bersama-sama terjun ke masyarakat untuk melakukan advokasi publik.

Pertemuan dengan DPRD Seluma ini tidak lepas dari peran Biro pemajuan bidang pendidikan dan penyuluhan. Adoniati Meyria selaku staf Fungsional  dari penyuluhan memberikan paparan dan pandangan singkat tentang isu HAM terkini. Isu berkaitan kelompok rentan dan kaum marjinal meliputi kekerasan terhadap perempuan dan anak, mendominasi diskusi tersebut. Ria, sebutan akrab Meyria,  mencontohkan banyaknya  permasalahan anak Indonesia saat ini. Sebagai contoh kurangnya akses pendidikan, perkawinan di bawah umur karena ketidaktahuan dan merupakan budaya lokal, anak dijadikan objek buruh karena masalah ekonomi, kurangnya pelayanan terhadap kesehatan dan masih banyak lagi.

Selain materi mengenai persoalan HAM terkini, Ria juga memperkenalkan produk penyuluhan yang sudah dilakukan seperti halnya penyelenggaran Training for Trainer (ToT) fasilitator HAM. Sasaran utamanya aparat penegak hukum dan pendidik. Berdasarkan dari data pelaku melanggar HAM terbanyak adalah polisi. Maka dengan menggandeng kerjasama dengan penegak hukum pelanggaran HAM diharapkan dapat berkurang. Selain itu, ada pula kerjasama dengan Dinas Pendidikan Bandar Lampung  dalam hal ini Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) bertujuan sebagai kepanjangan tangan dari program Komnas HAM pusat. Targetnya  pendidik dilatih sebagai fasilitator untuk menularkan keilmuannya kepada mitra dan koleganya di sekolah lain.

Dalam diskusi,  dr. Andre salah satu wakil anggota dewan dari Parta Demokrat memaparkan kasus di daerahnya tentang perkawinan anak usia di bawah umur dan menyinggung UU No 1 tahun 1974. Ada beberapa hal yang cukup menarik perihal perkawinan anak dibawah usia di daerahnya. Kebiasaan masyarakat mengamini pernikahan dini karena sudah menjadi semacam tradisi kearifan lokal. Dr. Andre juga mencontohkan akibat dari tidak matangnya mental seseorang dalam perkawinan dini. Banyak terjadinya kasus perceraian, kekerasan fisik yang melanggar undang-undang.

Menanggapi beberapa persoalan di atas, Komnas HAM memberikan solusi, yakni pendekatan secara adat dirasa cukup efektif. Karena daerah tersebut memiliki cara pandang perkawinan yang berbeda. Maka PR selanjutnya antara eksekutif dan yudikatif sedianya dapat memberikan sosialisasi aturan perkawinan yang dapat diterima. Solusi lain yakni penyuluh Komnas HAM bisa membantu memberikan pemahaman dampak positif dan negatif perkawinan usia dini.

Pada akhir acara kunjungan, Komnas HAM memberikan kenang-kenangan berupa buku, jurnal, buletin, majalah suar, agar dijadikan rujukan pembuatan Raperda.


Sugeng Sukotjo/Ed.Yeni Rosdianti
Short link