Kabar Latuharhary

Jalan Lingkar Raja Ampat Waisai-Wawiyai Picu Protes Masyarakat

Latuharhary – Jalan Lingkar Raja Ampat Waisai-Wawiyai memicu protes masyarakat Kampung Urbanisopen Distrik Waigei karena wilayah pembangunan dinilai telah melenceng dari rencana awal yang hanya dilakukan di Waisai-Wawiyai. Protes ini disampaikan masyarakat kepada Komnas HAM pada Kamis, (17/9/2015).

Pembangunan Jalan Lingkar Raja Ampat, masih menurut mereka, juga dilakukan di Kampung Urbanisopen. Persoalan berikutnya, pembangunan yang dibiayai APBN ini, sama sekali tidak melibatkan pastisipasi masyarakat terlebih dalam pemetaan wilayah proyek. “Ternyata pembangunan jalan ini tidak terdapat dalam rencana pembangunan APBD Kabupaten Raja Ampat,” ungkap salah seorang perwakilan masyarakat.

Lebih lanjut, masih menurut perwakilan masyarakat Kampung Urbanisopen, pembangunan ini telah menimbulkan sejumlah persoalan antara lain rusaknya sejumlah asset yang merupakan warisan leluhur dan kerusakan hutan masyarakat adat di Kampung Urbanisopen.

Pengadu terdiri dari Generasi Muda Maya dan perwakilan Masyarakat Kampung Urbanisopen. Elemen masyarakat ini pada audiensi pengaduan ke Komnas HAM kemarin datang bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang selama ini telah melakukan pendampingan kepada masyarakat khususnya terkait kasus ini.

Perwakilan masyarakat mengaku tak kurang-kurang telah menyampaikan aspirasi mereka ini kepada pihak-pihak terkait namun tidak membuahkan respon yang diharapkan. Oleh karena itu, masih menurut pengakuan perwakilan masyarakat, mereka terpaksa menyampaikan aspirasi mereka melalui aksi unjuk rasa di DPRD Kabupaten Raja Ampat beberapa waktu lalu.

Alhasil, DPRD Kabupaten Raja Ampat telah mengeluarkan surat rekomendasi No. 170/164/2015 tentang permintaan klarifikasi kepada sejumlah pihak terkait keberadaan proyek tersebut. Surat rekomendasi tersebut mempertanyakan apakah para pihak dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, Pemerintah Provinsi Papua Barat, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup telah mengetahui tentang keberadaan proyek pembangunan ini.

Selain melakukan aksi unjuk rasa, masyarakat mengaku telah melaporkan keberatan mereka ini ke Kanwil Pekerjaan Umum. Alhasil, Kanwil Pekerjaan Umum menyampaikan tidak tahu menahu tentang keberadaan proyek tersebut.

Pada kesempatan audiensi pengaduan tersebut, pihak pengadu juga menyampaikan sejumlah bukti pendukung antara lain Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang digunakan dalam proyek pembangunan tersebut adalah AMDAL tahun 2008 yang baru diberikan setelah proyek pembangunan berjalan tahun 2014. Kontraktor yang mengerjakan pembangunan jalan ini adalah kotaktor lokal yakni PT. Kalanafat Putra.

Pengaduan tersebut diterima langsung oleh Koordinator Subkomisi Pengkajian dan Penelitian, Sandra Moniaga yang didampingi oleh Nisa Arralinar (analis pengaduan). Sandra menyarankan agar persoalan ini juga diadukan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. “Mohon agar dokumen pelengkap seperti peta wilayah adat dan foto kerusakan asset adat juga dilampirkan,” tambah Sandra.

Terkait penyelesaian kasus ini, menurut Sandra, Komnas HAM akan menempuh jalur mediasi sehingga dihasilkan win-win solution. Hal ini selaras dengan tuntatan pengadu kepada Komnas HAM agar Komnas HAM dapat mengupayakan langkah nyata untuk mengembalikan dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat. (Rprtr: Nur Afifa Fauzia/ Editor: Eva Nila Sari)
Short link