Kabar Latuharhary

Komnas HAM Prakarsai Konsultasi Nasional Krisis Tenurial Taman Nasional Tesso Nilo

Latuharhary - Komnas HAM Prakarsai Konsultasi Nasional yang melibatkan masyarakat dan Kementerian/Lembaga terkait guna mencari alternatif penyelesaian atas permasalahan Krisis Tenurial di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

“Konsultasi Nasional bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai isu krisis tenurial yang saat ini terjadi di Indonesia dan menjadikan permasalahan lahan di Taman Nasional Tesso Nilo Provinsi Riau sebagai studi kasus,” ujar Koordinator Subkomisi Mediasi Komnas HAM, Nur Kholis, pada pembukaan Konsultasi Nasional Krisis Tenurial Taman Nasional Tesso Nilo di Jakarta pada Rabu, 10 Agustus 2016.

Serlain itu, lanjut Nur Kholis, kegiatan ini juga ditujukan untuk mendorong peran aktif stakeholder baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak perusahaan (korporasi), lembaga swadaya masyarakat maupun masyarakat untuk menyelesaikan persoalan ini secara bersama-sama.

“Kami juga mengharapkan, berawal dari kegiatan ini, segera dihasilkan kebijakan yang berwawasan HAM dalam penyelesaian permasalahan krisis tenurial sehingga tercapai keadilan sosial-ekonomi dan keadilan ekologis melalui opsi-opsi penyelesaian permasalahan di tingkat makro dan mikro. Konsultasi Nasional ini juga berperan strategis dalam mengalang komitmen bersama guna penyelesaian permasalahan dan untuk mencegah terjadinya konflik sosial di TNTN,” paparnya lebih lanjut.

Konsultasi Nasional ini merupakan kerjasama antara Komnas HAM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Kantor Staf Presiden, dan UNDP REDD. Turut hadir sebagai narasumber yaitu Nur Kholis S.H, MA, Dr Ichsan Malik, Gubernur Riau, Bupati Pelalawan, Prof. Kuntoro Mangkusubroto, Prof. Hariadi Kartodiharjo, Prof. Dr San Afri Awang, Kapolda Riau dan perwakilan dari pihak koorporasi.

Kegiatan konsultasi nasional ini dilaksanakan di Hotel Aryaduta Jakarta Pusat pada Rabu s.d. Kamis, 10 s.d. 11 Agustus 2016 dan mengundang perwakilan dari sejumlah kementerian/lembaga, kedutaan, pemerintah daerah dan jajarannya, institusi kepolisian baik pusat maupun daerah, perwakilan koorporasi dan perwakilan masyarakat sipil.

Perlu disampaikan bahwa sebelumnya Komnas HAM telah menerima pengaduan masyarakat terkait polemik yang terjadi di kawasan TNTN khususnya terkait konflik lahan. “Masyarakat telah meminta Komnas HAM untuk memfasilitasi mediasi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan pihak-pihak terkait sehingga segera dicapai solusi penyelesaian masalah,” katanya.

Merespon fenomena ini, lanjut Nur Kholis, Komnas HAM sebagaimana ketentuan UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, merasa perlu mengadakan suatu Konsultasi Nasional yang melibatkan masyarakat dan Kementerian/Lembaga terkait guna mencari alternatif penyelesaian atas permasalahan Krisis Tenurial di TNTN.

Perlu disampaikan bahwa semenjak penetapan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) tahun 2004, masyarakat tidak dapat lagi mengelola kebun sawit mereka secara leluasa akibat aksi pengusiran, penangkapan, dan intimidasi. Salah satunya adalah kasus pemeriksaan terhadap Ketua dan Sekretaris Koperasi Tani Berkah oleh Pihak TNTN atas tuduhan kegiatan perkebunan tanpa izin (menteri)  di dalam kawasan hutan, padahal masyarakat  tidak pernah mendapatkan informasi mengenai tata batas TNTN dan zonasinya. Bahkan pada 2014, Balai TNTN bersama aparat Kepolisian dan TNI melakukan penumbangan tanaman sawit masyarakat yang sudah berusia 7 s.d 12 tahun di atas lahan Koperasi Tani Berkah seluas 200 Ha.

Saat ini, perusahaan pengolahan kelapa sawit juga menolak membeli sawit masyarakat dengan alasan berasal dari kawasan hutan. Akibatnya, masyarakat harus menjual hasil sawit mereka keluar kawasan yang mengakibatkan melonjaknya biaya produksi.

Lebih dari setengah kawasan TNTN telah diperuntukkan sebagai kebun sawit yang dimiliki oleh masyarakat yang sudah memiliki SHM, pendatang dan perusahaan. Bahkan di sekitar TNTN ditengarai telah banyak bermunculan pabrik pengolahan sawit. Kondisi ini dipastikan mengancam keberlangsungan hidup gajah dan satwa lain maupun flora yang dilindungi. Tak dapat dinafikkan bahwa Krisis Tenurial telah terjadi. Kerusakan ekologis tumbuh seperti deret ukur, yang berpacu dengan pertumbuhan penduduk, pasar dan perambah (Ichsan Malik, 2016). Krisis serupa juga terjadi di Taman Nasional lain di Indonesia, seperti Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Jambi dan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya di Kalimantan Barat.

Tesso Nilo merupakan salah satu hutan dataran rendah yang tersisa di Riau. Riset yang dilakukan Gillison (2001) menyebutkan bahwa wilayah ini memiliki biodiversitas tumbuhan vascular tertinggi di dunia dan sebagai habitat terakhir bagi Gajah Sumatera (Ichsan Malik, 2016). Taman Nasional Tesso Nilo ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan No. 255/Menhut–II/ tahun 2004 yang kemudian diperluas sesuai SK Menteri Kehutanan Republik Indonesia No : 663/Menhut-II/2009. Dalam perkembangannya Gubernur Riau kemudian mengusulkan penambahan luas kawasan menjadi 100.000 ha berdasarkan surat nomor 522. Ekbang/6630 tertanggal 21 November 2007 yang meliputi areal PT. Nanjak Makmur, PT. Hutani Sola Lestari dan PT Siak Raya Timber.

Pada tahun 1998/1999 Pemerintah Kabupaten Daerah Tk II Indragiri Hulu, melalui persetujuan Kepala Desa Lubuk Batu Tinggal dan Camat Pasir Penyu, melalui surat rekomendasi No. 952/TP/99/525.25 tanggal 26 Juli 1999, telah memberikan persetujuan/izin kepada masyarakat sekitar melalui beberapa koperasi untuk memiliki lahan seluas 2 (dua) hektar/anggota yang diperuntukkan untuk lahan perkebunan, antara lain:
  1. Koperasi Tani Berkah seluas 1.000 hektar atau sebanyak 500 persil dengan 500 anggota, 52 SHM, sisanya sudah proses pengajuan ke BPN Kampar;
  2. Koperasi Mekar Saktu seluas 1.080 hektar atau sebanyak 515 persil dengan 515 anggota, 515 SHM;
  3. Koperasi Tani Lubuk Indah seluas 1.000 hektar atau sebanyak 650 persil dengan 650 anggota, 650 SHM;
  4. Koperasi Tani Bahagia seluas 1.200 hektar atau sebanyak 630 anggota, alas haknya adalah SK Bupati tentang Ijin Membuka Lahan (IMT).
Selain itu, terdapat pula program PRONA SWADAYA dari BPN berupa kegiatan sertifikasi tanah milik masyarakat. Sebagian besar SHM yang terbit telah diserahkan kepada pemilik hak. Terhadap sebagian SHM tersebut telah terjadi peralihan hak karena jual beli dan atau tukar menukar. Sebagian lain oleh masyarakat anggota Koperasi Tani Berkah diolah menjadi kebun sawit secara bertahap dengan umur tanaman 5 s.d 15 tahun. (Eva Nila Sari)

Short link