Kabar Latuharhary

Komnas HAM Berbenah Diri

Latuharhary – Hari itu Kamis Pagi menjelang siang. Kalender menunjukkan tanggal 3 November 2016. Ruangan pleno utama sedikit tenang, di sana sini hanya terdengar pembicaraan sambil berbisik.  Jam dinding menunjukkan waktu sudah mendekati pukul 10.30 WIB, namun rapat dengan agenda ‘Pengarahan oleh Pimpinan Komnas HAM’ tersebut, tak kunjung dimulai. Rupanya, rapat belum akan dimulai sampai jajaran esselon II atau kepala biro ikut hadir dalam rapat tersebut.

Padahal ruangan di lantai 3 (tiga) gedung Komnas HAM itu telah dipenuhi oleh para pegawai yang jumlahnya telah mencapai kisaran 100-an orang. Bahkan pimpinan Komnas HAM pun hadir dalam formasi lengkap. Tampak Ketua Komnas HAM, Wakil Ketua Eksternal, Wakil Ketua Internal, Koordinator Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan, Komisioner Subkomisi Mediasi dan Sekretaris Jenderal Komnas HAM. Mereka harus bersabar menunggu sampai para Kepala Biro siap hadir dan mengikuti rapat yang terhitung mendadak ini.

Betapa tidak, para pegawai baru mengetahui agenda rapat ini malam hari sebelumnya. Undangan disebar melalui media sosial dan bentuk distribusi komunikasi lain yang memungkinkan. Rupanya mekanisme komunikasi paperless ini cukup efektif karena cukup banyak personil Komnas HAM yang meluangkan waktunya untuk hadir.

Akhirnya para Kepala Biro hadir bersamaan. Rapat pun bersegera dimulai. Sekretaris Jenderal Komnas HAM, Untung Tri Basuki, menyampaikan kata pengantar sebelum pimpinan memulai paparannya. Satu hal penting yang patut dicatat dari perkataan Sesjen ini adalah bahwa Komnas HAM merupakan lembaga penjaga moral, dalam kaitan itu, maka pertemuan ini diadakan.

Ketua Komnas HAM, M. Imdadun Rahmat, pun menyampaikan paparannya. “Pertemuan pagi ini bernuansa keprihatinan dan diusulkan karena permintaan baik secara lisan maupun tertulis dari staf untuk menyampaikan perkembangan, upaya dan ikhtiar Komnas HAM terkait temuan BPK RI dan status disclaimer dimana hal ini telah marak menjadi pemberitaan publik,” paparnya memecah keheningan.

Pihaknya, katanya, telah menerima masukan dari banyak pihak baik dari kalangan internal maupun eksternal. Baik dari kalangan pegawai maupun kalangan di luar Komnas HAM. Baik secara langsung maupun melalui media massa. “Pada umumnya semua menyatakan keprihatinan, kemarahan, hujatan. Semua memposisikan Komnas HAM sebagai lembaga yang sedang terpuruk. Hal ini berdampak pada melemahnya legitimasi, turunnya kepercayaan, dan turunnya daya tawar lembaga. Akan tetapi ini adalah momentum titik tolak untuk melakukan pembenahan lembaga. Jika tidak, kita akan menunggu situasi apa lagi untuk berubah,” urainya.

Suasana kembali hening. Tampak sekali para pegawai menunggu dan semua yang hadir menunggu apa kata berikutnya yang akan disampaikan oleh pimpinan tertinggi Komnas HAM tersebut. “Komnas HAM telah melakukan penindakan melalui Dewan Kehormatan dan Tim Internal Komnas HAM termasuk atas kasus yang menimpa salah seorang Komisioner, DB,”pungkasnya dengan nada mulai bergetar.

Imdadun melanjutkan bahwa pihaknya mengalami sejumlah keterbatasan, maka dalam rangka merespon semua persoalan yang berkembang di Komnas HAM, jajaran pimpinan dan Komisioner memang berencana menggandeng sejumlah pihak antara lain Kepolisian, BPKP dan KPK. Akan tetapi  pilihan dijatuhkan kepada KPK untuk membantu Komnas HAM dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK khususnya pada konteks penataan tata kelola keuangan Komnas HAM agar ke depan lebih akuntabel.  Berdasarkan hasil pertemuan dengan sejumlah pimpinan KPK dan jajarannya, secara resmi telah dinyatakan bahwa KPK akan membantu Komnas HAM.

“Bapak dan Ibu sekalian, kita harus memberikan akses seluas-luasnya kepada Tim KPK. Jangan ada yang ditutup-tutupi, jangan ada hambatan. Kita semua harus kooporatif, agar lembaga ini menjadi lebih baik. Ini pilihan tidak mudah. Betul-betul pilihan tidak mudah karena kita dituntut untuk seterbuka mungkin kepada publik dan tidak mengenakkan karena kita semua (pimpinan) akan dipanggil untuk memberikan keterangan,” tukasnya.

Kendati mengaku sebagai keputusan paling berat yang pernah diambil, Imdadun melanjutkan bahwa kebijakan yang diambil ini sebagai satu-satunya cara untuk memperbaiki lembaga. Apabila tidak dilakukan, lembaga akan semakin terpuruk dan tidak mempunyai kredibilitas yang merupakan nyawa bagi lembaga HAM nasional. “Ini harus diperbaiki bersama-sama, tidak dapat bekerja sendirian karena lembaga ini adalah sebuah sistem yang membutuhkan perbaikan komprehensif,” tukasnya.

Lelang Esselon II

Imdadun menyampaikan bahwa perbaikan Komnas HAM meliputi akuntabilitas keuangan, output dan outcome. “Saat ini akan diawali dengan audit keuangan, ke depan harus diberlakukan audit kualitas program. Kita harus kembangkan budaya saling kontrol serta check and balances dan menghindari kepemimpinan yang diktator-otoriter. Silahkan kritik semua pejabat baik pimpinan, komisioner, sesjen dan struktural terutama apabila tidak mempunyai kapabilitas,” paparnya.

Dalam kerangka iklim kerja yang kondusif tersebut, lanjut Imdad, Komnas HAM memerlukan pejabat yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas lebih baik. “Oleh karena itu Sidang Paripurna Komnas HAM telah memutuskan untuk adanya keasamaan treatment bagi kalangan pejabat eselon. Khususnya posisi eselon II yang selama ini belum pernah diberlakukan lelang seperti halnya eselon III dan IV.

“Semua pihak mempunyai hak yang sama untuk mengikuti lelang terbuka pejabat eselon II Komnas HAM termasuk pihak internal bahkan yang selama ini telah memegang jabatan tersebut,” tukasnya.

Patut disayangkan bahwa komunikasi yang dibangun jajaran pimpinan dan komisioner ini tidak membuka adanya peluang bagi pegawai untuk menyampaikan respon baik dalam bentuk pernyataan maupun pertanyaan. “Mohon maaf kami tidak membuka dialoq karena setelah ini akan segera diselenggarakan forum Rapat Koordinasi (Rakor). Kebijakan yang kami sampaikan ini harus dipatuhi. Kami mempersilahkan adanya masukan tertulis dan akan kami tindaklanjuti. Marilah berdoa sesuai keyakinan masing-masing, mudah-mudahan langkah berat ini membawa kebaikan untuk Komnas HAM,” pungkasnya. (Eva Nila Sari) 

Short link