Kabar Latuharhary

Komnas HAM, Bawaslu, KPU dan Polri Bangun Sinergi Jelang Pilkada 2017

Latuharhary – Komnas HAM RI telah membangung komunikasi dan koordinasi strategis dengan Bawaslu RI, KPU RI dan Mabes Polri terkait pelaksanaan Pemilukada 2017, kata Siane Indriani Koordinator Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM kepada puluhan jurnalis di ruang pleno utama Komnas HAM, Senin, 28 November 2016.

“Kami telah membangun kesepakatan untuk menjaga dan memastikan Pilkada 2017 berlangsung aman, tenteram, dan semua kalangan dapat dipastikan haknya untuk memilih dan dipilih,” tegasnya didampingi Prof. Dr. Muhammad, S.IP,M.Si (Ketua Bawaslu RI), Ida Budiarti (Anggota KPU RI), dan Brigjen Bambang Usadi (dari Divkum Mabes Polri).

Siane menambahkan bahwa kesepakatan ini sangat memungkinkan adanya upaya antisipasi dan penanganan konflik akibat pemilu yang sinergis, cepat dan komprehensif. “Sesungguhnya Komnas HAM sangat terbantukan dengan keberadaan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang dihasilkan oleh Bawaslu dalam rangka menentukan fokus pemantauan,” tukasnya.

Ketua Bawaslu RI, Prof. Dr. Muhammad, S.IP, M.Si pada kesempatan yang sama menyampaikan bahwa Bawaslu dan Komnas HAM mempunyai visi yang sama agar Pilkada 2017 berlangsung dengan berkualitas dan beradab. “Bawaslu membutuhkan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain hak untuk memilih dan hak untuk dipilih dapat dijamin secara lebih pasti,” tegasnya.

Bawaslu, lanjutnya, telah melakukan identifikasi atas kawasan-kawasan yang menyimpan potensi rawan konflik dan rawan hak atas warga negara akan terhalangi. “Kita telah merumuskan Indeks Kerawanan Pemilu dan kita telah menyepakati untuk meningkatkan koordinasi dengan 4 (empat) lembaga yaitu Komnas HAM, KPU, Polri dan TNI agar Pilkada dapat berlangsung secara lebih baik,” tukasnya.

Komisioner KPU RI, Ida Budiarti, pada kesempatan yang sama menyampaikan apresiasinya atas upaya Komnas HAM mendorong pelaksanaan Pilkada yang berkualitas dengan terfasilitasinya hak-hak konstitusi warga negara khususnya hak pilih dan dipilih. “Kami harapkan semua persoalan seputar Pilkada dapat dicegah dan diatasi atau dengan kata lain, hak pilih terjamin di TPS baik melalui penentuan daftar pemilih, pelayanan yang optimal bagi kelompok rentan, mereka yang berhadapan dengan hukum, dan bagi kelompok minoritas termasuk kelompok difabel,” paparnya.

Pada kesempatan tersebut juga disampaikan bahwa saat ini tengah ditangani 24 (dua puluh empat) sengketa pemilu yang tengah on going process di 4 (empat) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (TUN). “Putusan PT TUN diharapkan akan dihasilkan pada sebelum pelaksanaan Pilkada serentak awal 2017,” ungkapnya.

Khusus masyarakat Papua, katanya, telah disepakati penggunaan noken sebagai pengganti kotak suara. “Kami fasilitasi noken karenan merupakan budaya lokal. Saat ini KPU terus melakukan identifikasi daerah-daerah mana yang masih menggunakan noken,” ungkapnya.
Polri Identifikasi Daerah Rawan Konflik  

Brigjen Bambang Usadi dari Divkum Polri mengungkapkan bahwa pihak Polri telah melakukan identifikasi atas kawasan rawan konflik pada pelaksanaan Pilkada 2017. Kawasan yang telah diidentifikasi dan membutuhkan penanganan yang lebih fokus adalah Papua, Papua Barat, Aceh dan DKI Jakarta. “Sekarang potensi rawan konflik telah bergeser ke DKI Jakarta terutama akibat berkembangnya isu makar, isu sara yang melingkupi pelaksanaan Pilkada. Akibat berkembangnya isu-isu ini, DKI menjadi provinsi yang paling rawan dibanding semuanya. Kami membutuhkan bantuan untuk menyejukkan suasana agar Pilkada berlangsung kondusif di Jakarta,” ungkapnya.

Terkait hal tersebut, lanjutnya, kami telah meminta Komnas HAM untuk melakukan pengawasan langsung ke lapangan sehingga upaya Polri tidak sia-sia. Polri, lanjutnya, telah mempersiapkan upaya penanganan sesuai SOP. “Tidak ada intervensi dari pimpinan negara, yang jelas kita profesional,” tegasnya.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan diselenggarakan pada 2017 merupakan tahap kedua dari rangkaian Pilkada serentak yang akan dilakukan hingga tahun 2023, sebelum dapat diselenggarakan Pilkada serentak secara nasional (dilakukan pada satu waktu untuk seluruh daerah) pada tahun 2027. Sementara model pemilihan kepada daerah secara langsung untuk pertama kali dilaksanakan pada bulan Juni 2005 (sesuai amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah). 

Pilkada serentak gelombang kedua pada  Februari 2017, diperuntukkan bagi kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada semester kedua 2016 dan kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2017. Total daerah yang akan terlibat dalam pesta demokrasi ini tercatat sebanyak 101 daerah yang terdiri atas 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. 7 Provinsi yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak 2017 adalah Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. Sementara Pilkada untuk level Kabupaten/Kota tersebar mulai dari Aceh sampa dengan Papua.

Komnas HAM pada pelaksanaan Pilkada 2017 akan melakukan pemantauan di 12 (dia belas) daerah di Indonesia. Pertimbangan pemilihan tempat didasarkan pada identifikasi daerah rawan konflik dan pertimbangan anggaran. Ke-12 daerah tersebut adalah Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Maluku, Papua, Papua Barat, Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Pemantauan Komnas HAM dilakukan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu Pra Pilkada, pelaksanana pemantauan Hari-H dan Pasca Pilkada. Kegiatan pemantauan Pra Pilkada akan dilakukan pada bulan November s.d. Desember 2016. Pelaksanaan pemantauan Pra Pilkada 2016 difokuskan pada beberapa aspek antara yaitu pertama, memotret sejauh mana persiapan penyelenggara pemilu untuk memastikan pemenuhan hak konstitusional warga untuk memilih, dan mengamati kebijakan pelaksanaan Pilkada dari mulai Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Perda hingga kebijakan KPU/KPUD dan Bawaslu. Kedua, memonitor upaya-upaya seluruh pihak yaitu Aparat Pemerintah dan Kepolisian/TNI dalam menjaga ketertiban masyarakat, mencegah dan menghentikan konflik sosial, dan memantau kemungkinan munculnya gangguan keamanan negara. Ketiga, melakukan pengawasan terhadap adanya praktek diskriminasi ras dan etnis. (Eva Nila Sari)
Short link