Pendidikan dan Penyuluhan

SOGIE dalam Budaya Indonesia

Seminar kajian tentang SOGIE yang berjudul Tradisi Leluhur Ramah Ragam SOGIE: Praktik dan Pengaruhnya terhadap Negara, menjadi sesi terakhir dalam rangkaian “Seminar Hasil Kajian dan Penelitian 2016” yang berlangsung sejak 13 s.d. 23 Februari 2017.

SOGIE adalah kependekan dari Sex, Gender, Sexual Orientation, Sexual Preference, Gender Identity, Gender Expression.

Kegiatan itu diadakan pada Kamis, 23 Februari 2017, di Kantor Komnas HAM, dengan menghadirkan coordinator peneliti Yossa Nainggolan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perlakuan diskriminatif terhadap SOGIE.

Pernyataan Ketua DPR RI Zulkifli Hasan yang menyatakan bahwa SOGIE adalah budaya barat, tidak cocok dengan budaya ketimuran, menjadi alasan bagi peneliti dalam melakukan penelitian tentang SOGIE.

Penelitian mengambil lokasi penelitian di Pangkep, Sulawesi Selatan dan Ponorogo, Jawa Timur. Peneliti mencoba mencari jawaban apakah Indonesia memiliki budaya yang ramah dengan SOGIE? 

Pangkep dipilih karena dalam masyarakat Bugis di sana, masyarakat membagi gender dalam lima kelompok, yakni laki-laki, perempuan, calabai (laki-laki feminin), calalai (perempuan maskulin), dan bissu (pendeta androgini/hemaprodit yang saat ini masih mempraktikkan ritual mistis dan perdukunan).

Sedangkan di Ponorogo, dalam kesenian Reog dikenal Gemblak yang diperankan oleh laki-laki feminin, yang merupakan pasangan Warok. 

Penelitian yang berlangsung Mei s.d. September 2016, meletakkan persoalan SOGIE pada posisi hak konstitusional, di mana individu-individu yang memiliki orientasi seksual yang tidak mainstream memiliki hak yang sama untuk menikmati hak-haknya sebagai individu.

Fokus penelitian adalah pada pemerimaan masyarakat terhadap SOGIE. (Fifa)

Short link