Mediasi

Memperkuat Kinerja Mediasi HAM

Pelaksanaan fungsi mediasi sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 89 ayat (4) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dilakukan oleh Subkomisi Penegakan HAM. Dalam menjalankan mandat tersebut, Subkomisi Penegakan HAM dibantu oleh jajaran Sekretariat Jenderal Komnas HAM, yang dalam hal ini oleh Bagian Dukungan Mediasi yang bertugas memberikan dukungan personil guna menunjang aspek substansi penanganan kasus-kasus mediasi serta aspek administratifnya.

Untuk itu, dilaksanakan rapat kerja mediasi yang diadakan pada tanggal 10 hingga 12 April 2018 di Depok ini yang melibatkan unsur Pimpinan Komnas HAM, Subkomisi Mediasi, dan Biro Umum, dengan tujuan untuk menjalin sinergisitas untuk mendukung peningkatan kulaitas mediasi hak asasi manusia.

Dalam rapat kerja yang dihadiri oleh Komisioner Mediasi, Bapak Munafrizal Manan dan juga Kepala Biro Dukungan Penegakan HAM, Bapak Johan Effendi, mencermati kondisi penegakan hukum di Indonesia saat ini, jalur non ligitasi antara lain melalui mediasi telah menjadi pilihan masyarakat dalam upaya penyelesaian sengketa yang terjadi. Sengketa yang berdimensi pelanggaran hak asasi manusia banyak diadukan masyarakat terutama terkait pelanggaran hak kesejahteraan karena konflik agraria.

Berdasarkan data penanganan sengketa selama tahun 2017 yang dihimpun oleh Bagian Dukungan Mediasi, sengketa lahan dan penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) masih merupakan kasus tertinggi yang ditangani oleh Bagian Dukungan Mediasi. Terhitung sebanyak 65 kasus dari 175 kasus yang diterima oleh Subkomisi Mediasi selama tahun 2017 adalah kasus yang terkait dengan sengketa lahan dan penguasaan Sumber Daya Alam (SDA). Didalamnya termasuk isu penguasaan lahan dan SDA untuk kepentingan umum, penguasaan lahan yang dipergunakan sebagai Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah/Barang Milik BUMN, serta isu penguasaan tanah terkait dengan ekspansi perkebunan dan pertambangan.

Umumnya kasus-kasus tersebut merupakan kasus yang telah berlangsung lama dan melibatkan banyak pihak sehingga makin memperumit upaya penyelesaiannya, misalnya klaim kawasan hutan, klaim atas asset TNI, klaim atas asset PEMDA, klaim asser BUMN/BUMD. Dan lagi-lagi yang menjadi korban adalah masyarakat marginal, masyarakat adat, kelompok tani, petani, yang selama bertahun-tahun tidak berdaya menghadapi kekuatan Negara atau Korporasi.

Tipologi sengketa lahan yang struktural antara masyarakat ketika berhadapan dengan negara dan korporasi menjadikan peran mediasi oleh Komnas HAM sangat dibutuhkan untuk menguatkan posisi masyarakat dalam upaya penyelesaian sengketa sehingga dapat dicegah keadaan-keadaan yang menjurus pada konflik sosial. Demikian halnya dalam penanganan sengketa ketenagakerjaan, penggusuran, dan penyelesaian konflik terkait isu diskriminasi dan intoleransi, upaya penyelesaian melalui mediasi juga dibutuhkan.

Rapat kerja yang dipandu oleh Mas Ridho Saiful Ashadi dari Cerah Institut, mencermati kompleksitas sengketa yang ditangani, maka dibutuhkan penguatan kelembagaan untuk mendukung peningkatan kualitas mediasi hak asasi manusia. Aspek penguatan meliputi peningkatan kapasitas dan pengetahuan sumber daya manusia (SDM), peningkatan kulaitas proses mediasi, negosiasi, konsultasi sampai dengan menghasikan kesepakatan perdamaian yang memberikan kepastian hukum bagi para pihak melalui pendaftaran ke Pengadilan dan fiat eksekusi. (Iwan)

Short link