Kabar Latuharhary

Polisi dan Penanggulangan Ekstrimisme, Intoleransi dan Terorisme di Desa

Adanya tantangan besar yang dihadapi Polri dalam menangkal radikalisme, ekstrimisme dan terorisme, mendorong Komnas HAM untuk mengadakan  Focus Group Discussion (FGD) tentang "Peran Bhabinkamtibmas sebagai Pintu Awal Pencegahan Radikalisme, Terorisme Dan Ekstrimisme." 

Bhabinkamtibmas adalah bintara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat yang ditempatkan di desa. Idealnya, setiap desa terdapat satu bintara. Saat ini, dari sekitar 50.000 desa, baru tersedia bintara di 30.000 desa.

Diskusi diadakan pada Selasa, 24 April 2018 di Ruang Pleno Utama Komnas HAM, Jakarta Pusat. Diskusi ini merupakan awal dari kegiatan penelitian untuk menjaring masukan dari narasumber dan peserta.

Hadir membuka kegiatan itu Komisioner Pengkajian dan Penelitian, Mohammad Choirul Anam, yang menyampaikan tujuan penelitian untuk merekomendasikan penguatan peran Bhabinkamtibmas.

"Kami melihat gagasan penelitian ini signifikan untuk mendorong kepolisian  yang demokratis dan memasyarakat. Karena itu, semangatnya untuk memperkuat peran Bhabinkamtibmas," ujar Anam.

Di dalam sesi selanjutnya, hadir memberikan paparan tiga narasumber, yaitu Kombespol Drs. Muhamaad Nazli, M.M (Kasubdit Bhabinkamtibmas Polri), Ihsan Ali Fauzi (PUSAD Paramadina), dan Siti Aisah (Peneliti Komnas HAM). 

Dalam paparannya, Kombes. Nazli  menyampaikan apresiasinya atas kegiatan penelitian ini yang merupakan bentuk perhatian kepada Kepolisan, khususnya Bhabinkamtibmas. 

“Di desa ada tiga pilar yang tidak bisa dilepaskan, yaitu Babinsa, Bhabinkamtibmas dan Kepala Desa. Sesuai Instruksi Presiden RI dalam Rapim Polri 2018, Presiden menginstruksikan untuk menjadikan Bhabinkamtibmas sebagai agen intelejen terbuka yang melakukan antisipasi terorisme, radikalisme dan kemampuan berkomunikasi sehingga ancaman teroris dapat dicegah dan tidak hanya sebagai pemadam kebakaran,“ papar Nazli. 

Meski sepakat dengan fungsi pencegahan yang dilakukan Bhabinkamtibmas, Ihsan Ali Fauzi menyoroti makna terorisme dan radikalisme yang sering dicampuradukkan. 

"Seringkali orang mencampuradukkan ekstrimisme, terorisme dan radikalisme. Padahal ketiganya adalah hal yang sangat berbeda dan tidak bisa digabungkan. Sidney Jones, seorang peneliti terorisme, berkali-kali mengungkapkan, masalah utama yang dihadapi Indonesia bukanlah terorisme, akan tetapi intoleransi, “ungkap Ihsan. 

Menurut Ihsan, Bhabinkamtibmas memang penting bagi masyarakat, namun belum dirasa penting dari kepolisian itu sendiri.  

“Kenyataannya, Bhabinkamtibmas identik dengan orang yang usianya sudah tua atau senior karena sudah mentok dengan karirnya. Selain kenaikan pangkat yang sulit, upah yang rendah, pertanyaannya apakah tugas Bhabinkamtibmas tidak semakin berat dengan  adanya tambahan tugas menangkal terorisme?” tanya Ihsan. 

Selain itu, perspektif HAM dalam penelitian ini harus lebih ditonjolkan karena merupakan karakteristik Komnas HAM.

Merespon masukan para narasumber itu, peneliti Komnas HAM Siti Aisyah menyampaikan apresiasinya. 

"Informasi dan masukan tentang penelitan, termasuk usulan mempersempit skope penelitian akan coba saya lakukan. Harapannya, penelitian ini akan memberikan rekomendasi kepada Kepolisian untuk memperkuat dan meningkatkan kapasitas dari Bhabinkamtibmas sendiri, “ujar Siti Aisah. 

Hadir dalam kegiatan ini perwakilan dari berbagai LSM/NGO mulai dari Kemitraan, Imparsial, Indonesia Police Watch (IPW), Maarif Institute, Setara Institute, serta staf Komnas HAM (Elga).

Short link