Kabar Latuharhary

Disiapkan, Sidang Hak Asasi Manusia

Menjelang Sidang Hak Asasi Manusia yang akan diselenggarakan pada November 2018, dilaksanakan koordinasi antara tiga lembaga HAM, pada Senin (6/8/18).

Tiga lembaga nasional HAM itu adalah
Komisi nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Perwakilan tiga lembaga itu bertemu untuk merumuskan tema dan mekanisme Sidang HAM yang akan dilaksanakan untuk yang ke 4 kalinya. 

Kegiatan dalam bentuk workshop ini dilaksanakan di ruang pleno Komnas HAM, yang dihadiri oleh puluhan orang termasuk para narasumber.

Workshop perumusan Tema dibuka oleh Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara. Dalam sambutannya, Beka menyatakan bahwa workshop kali ini untuk menajamkan dan menentukan rencana  isu yang akan diusung dalam Sidang HAM, apakah Ekstrimisme, Radikalisme ataukah Politisasi Agama. 

“Workshop ini untuk merumuskan tiga tema, apakah ekstrimisme, radikalisme dan politisasi agama untuk tema Sidang HAM  yang akan dilaksanakan pada November yang akan datang,“ ujar Beka.    

Tiga narasumber diundang untuk memberi masukan mengenai tiga isu tersebut. Para narasumber tersebut adalah Nafa Nuraniyah peneliti dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Irfan Abubakar direktur dari Pusat Studi Agama & Budaya UIN Syarif Hidayatullah, serta Lies Marcoes direktur dari Rumah Kita Bersama. 

Ketiga narasumber memberikan pandangan mengenai tiga isu diatas dan bagaimana hubungannya dengan HAM.     

Dalam kerangka menjalankan mandatnya sebagai LNHAM/Lembaga Negara HAM, Komnas HAM, Komnas Perempuan dan KPAI  telah membangun kerjasama dengan merancang mekanisme nasional yaitu Sidang HAM sejak tahun 2011. 

Pelaksanaan mekanisme nasional ini dilaksanakan sebagai ruang bersama untuk  menyikapi persoalan HAM di Indonesia dan bagaimana mencari solusi secara  bersama dari semua pihak yaitu korban, organisasi pendamping dan publik serta penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah.  

Mekanisme ini  juga dimaksudkan sebagai ruang interaktif untuk mendengarkan suara korban dari berbagai konteks kasus dan peristiwa HAM. (IBN)

Short link