Komnas HAM sedang menyusun laporan pelaksanaan Konvensi Internasional tentang Hak Penyandang Disabilitas (ICRPD) dan kajian tentang Persepsi Aparat Penegak Hukum (APH) atas Pengakuan Kapasitas Legal terhadap Penyandang Disabilitas Mental.
Dalam rangka hal itu, dilakukan pencarian data dan informasi di Kalimantan Selatan pada 13-17 Agustus 2018.
Peneliti Komnas HAM memilih Kalimantan Selatan karena memiliki Peraturan Daerah tentang disabilitas.
Tim melaksanakan audiensi ke Polresta Banjarmasin dan diskusi bersama Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu PPDI Kota Banjarmasin, SAPDA, Pertuni dan Gerkatin.
Dalam audiensi di Polresta Banjarmasin, hingga saat ini hanya ditemukan satu kasus terkait disabilitas, yaitu disabilitas intelektual.
Tim mengunjungi Pemprov Kalimantan Selatan guna membahas lebih dalam terkait penerapan Perda. Kalsel memiliki Perda No. 17 tahun 2013 terkait disabilitas. Namun dengan terbitnya UU Disabilitas, saat ini sedang dilakukan proses revisi perda baru, inisiatif dari Dewan.
Berdasarkan perda tersebut, Dinsos secara bertahap telah sosialisasi melalui forum komunitas yang ada di Kalsel. Selain sosialisasi, terkait anggaran (APBN/APBD), ini saling melengkapi.
Selanjutnya, diadakan penelitian ke Kecamatan Banjarmasin Barat, Puskesman Kuin Raya, SDN Kuin Cerucuk 1, Bappeda Kota Banjarmasin dan RSJ Sambang Lihum.
Sebagai kecamatan yang sudah deklarasi sebagai kecamatan inklusi, tim juga mengunjungi Kecamatan Banjarmasin Barat. Dari 9 kelurahan, sudah ada tiga kelurahan inklusi. Salah satunya ditandai dengan pembangunan fasilitas publik yang aksesibel dan pelibatan masyarakat dalam forum-forum masyarakat.
Sementara di Puskesmas Kuin Raya dan SDN Kuin Cerucuk 1. Tim menemukan bahwa proses pembangunan fisik mulai dibangun, namun masih jauh dari criteria yang akses.
Setelah itu, tim mengunjungi Bappeda Kota Banjarmasin, terkait praktik pemenuhan dan perlindungan penyandang disabilitas di Kota Banjarmasin. Dalam hal ini, salah satu terobosan yang dilakukan adalah pembentukan Forum SKPD Peduli.
Di RSJ Sambang Lihum, tim mendapatkan data mengenai perlakuan penyandang disabilitas mental dan konteksnya dalam proses penegakan hukum. Dalam diagnosa, pihak RSJ mengacu pada aturan tentang kriteria diagnosis secara medis baik melalui observasi dan wawancara.
Penelitian terakhir dilakukan di tiga tempat, yaitu Pemkot Banjarbaru, Polres Banjarbaru dan Panti Sosial Bina Laras Budi Luhur.
“Perda belum ada, namun upaya- upaya terkait tetap dilakukan seperti pembangunan bangunan yang ramah disabilitas, sekolah inklusi, dan rumah singgah. Kedepan akan diturunkan ke Perwali lalu dibuat Rencana Aksi, “ ungkap staf Pemkot Banjarbaru.
Sementara itu, Pihak Polres Banjarbaru, memberikan informasi bahwa dalam proses penegakan hukum, polisi tidak melakukan tebang pilih, hanya saja jika terkait penyandang disabilitas mental, akan ada penanganan khusus. Dalam prosesnya, Kepolisian akan melibatkan ahli untuk membantu prosespenetapannya.
Secara khusus, pihak Polres Banjarbaru hanya menerima 1 kasus terkait disabilitas. Tim juga menyarankan untuk berkoordinasi dengan Bhabinkamtibmas guna mendapatkan informasi di masyarakat secara langsung.
Selanjutnya, Komnas HAM dilakukan audiensi di Panti Sosial Bina Laras Budi Luhur, satu dari tiga tempat panti sosial khusus penyandang disabilitas di Indonesia.
Dalam audiensi ini, tim mendapatkan informasi bahwa terdapat koordinasi yang baik dengan pihak RSJ, Pemprov dan Kepolisian.
Para penerima manfaat-sebutan para pasien-mengaku juga mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang baik sehingga dapat terus mengalami perkembangan. Pihak PSBL Budi Luhur, juga berkoordinasi dengan rumah singgah dalam proses pemulangan kembali ke masyarakat. (Elga)
Short link