
Pentingnya
kerja sama dalam kerangka GCM antara Indonesia dan negara lain sesama pengirim
buruh migran juga menjadi perhatian penting. Kemudian, peserta panel
mengidentifikasi perkembangan tata kelola imigrasi Indonesia, termasuk
perundang-undangan baru yang dimiliki Indonesia.
Mereka
menyuarakan hak asasi manusia (HAM) sebagai prioritas, bagian dari strategi,
serta rencana aksi implementasi GCM. Hal ini sesuai dengan prinsip GCM yang
mengedepankan nilai HAM dalam perlindungan para migran yang disebut “End-to-End
Protection for All Migrants”.
Terkait
isu GCM, Komnas HAM secara aktif melakukan pembahasan terkait GCM dan migrasi
bersama dengan anggota National Human Rights Institutions of Human Rights di
dalam forum regional South East Asia National Human Rights Institution Forum
(SEANF).
Sejauh
ini peran pemerintah dalam mendukung GCM adalah melakukan perubahan UU. No 39
Tahun 2004 ke UU No.18 Tahun 2017 tentang Pembangunan Lembaga Terpadu Satu Atap
(LTSA), pembentukan Program Desa Migran Produktif (Desmigratif), dan pembaruan
MOU Bilateral antara Indonesia dan negara penempatan. Sedangkan ruang
lingkupnya adalah dalam bidang pembangunan, perlindungan/penegakan hukum, kerja
sama dan sinergi, serta tata kelola.
Peran
Indonesia adalah pengarusutamaan GCM dalam forum kerja dan organisasi
internasional. Hal ini dilaksanakan dengan aktif mengawal negosiasi
modalitas International Migration Review Forum (IMRF), melanjutkan upaya
pengarusutamaan GCM ke dalam berbagai mekanisme kerja sama dan organisasi
internasional, serta membumikan GCM di tingkat nasional dan daerah.
GCM
merupakan bentuk dari tindakan nyata pemerintah untuk mewujudkan migrasi yang
aman, tertib, dan teratur. Dokumen ini juga menjadi dasar kerja sama dalam
mengatasi migrasi yang tidak resmi, memerangi perdagangan dan penyelundupan
manusia, mengelola perbatasan, dan memfasilitasi pemulangan. Dalam jangka
panjang, GCM akan memperkuat kontribusi migran dan migrasi ke pembangunan yang
sifatnya berkelanjutan. (Sisca/Sasanti)
Short link