Kabar Latuharhary

YPKP 1965-1966 Ungkap Temuan Ratusan Lokasi Kuburan Massal

Kabar Latuharhary – Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) tahun 1965-1966, Bedjo Untung, menyampaikan rasa keprihatinan dan kesedihannya serta mengungkapkan sejumlah harapan seluruh anggota YPKP di Indonesia kepada Komnas HAM terutama terkait temuan ratusan kuburan massal korban pelanggaran HAM Berat 1965, pada kegiatan audiensi di Ruang Pengaduan Asmara Nababan, Menteng, Kamis (03/10/19).

Kendati lima puluh empat tahun telah berlalu sejak tragedi pelanggaran HAM berat yang menewaskan jutaan jiwa itu, sayangnya hingga kini belum menemukan titik terang dan masih menyisakan sejumlah polemik.

Bedjo Untung mengungkapkan bahwa pihaknya dengan bantuan anggota YPKP di seluruh cabang yang ada di Indonesia telah melakukan investigasi dan menemukan adanya penambahan jumlah kuburan masal korban pelanggaran HAM berat tahun 1965.

 “Ada 346 titik lokasi yang kami temukan, dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Palembang, Lampung, Jawa, Sukabumi, Tangerang, Bandung hingga ke Jawa Tengah. Pada tahun 2015, ketika kami melaporkan untuk pertama kali, jumlahnya hanya 112, sekarang 346 lokasi dan ini masih memungkinkan akan bertambah lagi. Mengacu dari besarnya hasil temuan ini, saya meminta kepada Komnas HAM untuk dapat menindaklanjutinya,” harap Bedjo.

Tindaklanjut yang diharapkan yaitu pertama, agar Komnas HAM dapat merawat dan menjaga seluruh kuburan masal yang ada agar tidak dirusak atau dihilangkan. “Saat ini ada indikasi banyak kuburan masal yang sudah dibuldoser dan rencananya akan dijadikan tempat pariwisata ataupun mall. Contohnya di Purwoda, Malang, Pemalang dan Widuri itu sudah mau dibongkar. Ini saya minta supaya dirawat dan harus sudah menjadi cagar budaya karena dilindungi oleh undang-undang,” ungkap Bedjo.

Kedua, Bedjo mengharapkan agar Komnas HAM dapat melakukan investigasi khusus terkait kuburan masal yang ada di Indonesia. “Komnas HAM harus memiliki data sendiri dan kami siap untuk diajak bekerjasama. Menurut kami, Komnas HAM perlu membuat tim penyelidik lagi yang khusus menangani masalah kuburan masal ini”, harap Bedjo.   

Ketiga, banyak dari keluarga korban yang menghendaki agar kuburan masal ini dapat dilakukan ekshumasi (penggalian).  “Banyak keluarga korban yang merasa sedih karena kuburan anggota keluarganya ada di hutan ataupun di tempat-tempat yang tidak layak. Saya harap Komnas HAM dapat melakukan uji forensik terhadap korban, apakah meninggal karena ditembak, dipukul, dan seterusnya. Saya juga berharap agar Komnas HAM dapat memfasilitasi keluarga korban untuk melakukan pemindahan kuburan ke tempat yang layak,” lanjut Bedjo.

Keempat, Bedjo dan Tim YPKP berharap temuan ratusan lokasi kuburan massal ini, dapat menambahkan alat bukti yang telah dimiliki Komnas HAM. “Saya berharap supaya Jaksa Agung tidak lagi berkelit terhadap kasus 1965 karena kurangnya alat bukti,” tuturnya. 


Kelima, sebagai permohonan terakhir, Bedjo berharap agar kawan-kawannya sesama anggota YPKP dapat diberikan fasilitas sebagai lansia dari Negara. “Kawan-kawan kami sudah sepuh, tua, dan sakit-sakitan. Komnas HAM kami harapkan memiliki terobosan yang mampu mendorong adanya layanan medis/ jaminan kesehatan dan sosial karena kami manula yang dilindungi oleh UU. Saya mohon Komnas HAM bisa memfasilitasi serta mendorong para korban agar di masa tuanya dapat dirawat dan diperhatikan oleh Negara,”harap Bedjo. 

Bedjo dan tim YPKP sesungguhnya menyampaikan harapannya agar upaya Komnas HAM tidak pernah surut dan serius meneruskan upaya yang pernah dilakukan sebelumnya. “Sudah 54 tahun persoalan kami nyaris dilupakan, kami para korban serangkaian tragedi kemanusiaan tak pernah surut memperjuangkan hak kami demi tegaknya hukum dan demokrasi di Indonesia,” pungkas Bedjo. (Niken/ENS

Short link