Kabar Latuharhary

Komnas HAM Kutuk Peristiwa di Wamena

Latuharhary – Komnas HAM mengutuk kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua, yang telah menimbulkan korban jiwa. Peristiwa ini juga membuat ribuan warga di Papua memilih untuk mengungsi dari Wamena. Hal ini disampaikan Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik saat memberikan keterangan pers di hadapan awak media  di Komnas HAM RI, pada Senin (30/9/2019).

“Komnas HAM mengutuk keras peristiwa di Wamena dan kami juga menyampaikan bela sungkawa kami selaku lembaga negara atas kejadian atau peristiwa yang baru saja terjadi di Wamena.” Ucapnya.

Terkait awal mula terjadi kerusuhan di Wamena, peristiwa tersebut dimulai karena isu hoax rasisme ketika seorang guru pengganti sedang mengajar dan meminta muridnya untuk berbicara dengan lebih keras.

“Ada seorang guru pengganti sedang mengajar, sebetulnya kalau menurut versi guru ini dia tidak pernah ada mengucapkan kata-kata ‘kera’ tetapi dia mengucapkan kata ‘keras’,” jelas Taufan.

Pada kesempatan kali ini, Taufan juga meminta kepada para pemangku kebijakan untuk menghindari penyebaran berita-berita hoax yang dapat memperbesar masalah. Dirinya juga menjelaskan bahwa Komnas HAM telah mengutus kepala perwakilan dan staff Komnas HAM perwakilan Papua untuk memantau sejak awal situasi yang terjadi setelah peristiwa Surabaya. Selain itu, beliau juga berharap rekan-rekan media tidak ikut terpengaruh terhadap berita-berita yang simpang siur.

“Kami mendorong semua pihak, untuk menghindari penyampaian berita-berita bohong, kesimpangsiuran atau semacamnya, itu alih-alih menyelesaikan masalah, justru akan semakin mempericuh situasi, itu sangat kita sesalkan. Bahkan ada twitter dimana-mana yang sudah menyatakan ini genosida, dan semacamnya. Jangan dilebih-lebihkan dulu, sebelum ada penyelidikan yang mendalam, sebaiknya semua pihak menahan diri untuk tidak menyebar luaskan berita analisis yang tidak berdasar,” tegasnya.

Komnas HAM menegaskan komitmennya untuk mendorong upaya pengungkapan tragedi. Hal tersebut sangat penting, sehingga kemudian akan jelas siapa dan apa motif dari kerusuhan yang terjadi. Taufan menjelaskan bahwa hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, kalau tidak diproses menuju penegakan hukum, kejadian ini dapat terulang kembali.

“Karena ini tidak bisa kita biarkan, dan kalau tidak dilakukan suatu proses penegakan hukum, kita sangat kuatir nanti akan terulang kembali. Ini situasinya tidak hanya di Wamena, hampir diseluruh Papua itu suasananya tegang. Saling tidak percaya, ada kekuatiran, ketakutan.” ujar Taufan.

Komnas HAM juga mendorong dialog konstruktif untuk seluruh pihak yang ada di Papua, dengan tujuan mencari langkah-langkah perdamaian. Hal ini merupakan solusi terbaik, agar situasi tidak semakin memburuk, dan tragedi seperti ini tidak terjadi kembali.

“Bagi Komnas HAM, inilah solusi yang terbaik. Bagi semua pihak, pemerintah pusat, tokoh-tokoh Papua, melakukan dialog konstruktif dalam rangka mencari solusi-solusi perdamaian. Kalau tidak, ini akan menjadi tragedi yang lebih besar lagi yang tentu saja bisa memicu ketegangan yang lebih luas diberbagai tempat, termasuk di Jakarta. Termasuk juga mungkin respon internasional kepada kita sebagai bangsa. Dan lebih jauh tentu saja, untuk menyelesaikan masalah-masalah pelanggaran hak asasi manusia, pemenuhan hak asasi manusia dan pencegahan konflik kedepan.” Ucap Taufan.

Selain itu, berbicara mengenai pengungsi, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Choirul Anam menegaskan bahwa persoalan pengungsi harus mendapatkan perhatian yang sangat besar, dan skema penanganan pengungsi juga harus jelas sejak awal. Karena jumlah pengungsi ini sangat banyak, dan permasalahannya sangat kompleks.

“Memang sudah ada tindakan kemanusiaan dari pemerintah untuk menangani pengungsi ini, tetapi harus bisa dipastikan itu bisa berlangsung cukup lama. Karena ini reaksinya cepat, makanya distribusi obat-obatan, distribusi makanan, dan sebagainya harus dipastikan itu ada. Kalau tidak, itu akan menjadi persoalan berikutnya. Bagi berbagai pihak, khususnya pemda dan masyarakat yang pengungsi itu berasal dari mana, kalau mau bersolidaritas kita dorong untuk  solidaritas kemanusiaan, jangan yang lain. Dan hal yang dibutuhkan oleh pengungsi sekarang adalah solidaritas kemanusiaan.” Ungkap Choirul Anam.

Sebagai penutup, dalam melihat konflik Wamena, Anam meminta kepada awak media untuk tidak menggunakan kata pendatang dan asli Papua. Karena, tragedi ini adalah tragedi kita semua.

“Melihat konflik Wamena ini, melihatnya adalah yang korban ialah masyarakat Papua. Tidak menggunakan kata pendatang dan asli, karena ada juga masyarakat Papua yang menjadi korban. Kenapa ini penting? Agar segregrasi sosialnya tidak melebar dan upaya pemulihan pasca ini jauh lebih mudah, kalau kita meletakkan semua tragedi ini adalah tragedi kita semua, bukan tragedi orang-orang pendatang semata-mata.” Kata Anam. (Radhia/Ibn)

Short link