Kabar Latuharhary

Telaah HAM dalam Pembangunan Infrastruktur

Kabar Latuharhary –Bagian Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM menggelar kegiatan sarasehan bertajuk “Telaah Hak Asasi Manusia Dalam Proses Pembangunan Infrastruktur”, bertempat di Hotel Oria, Jakarta. Pada Rabu (2/10/2019). Komisioner pengkajian dan penelitian, Mohammad Choirul Anam, memberikan sambutan dan membuka sarasehan tersebut. 

Saat sambutan, Anam menyampaikan bahwa Komnas HAM di tahun 2019 ini memiliki beberapa kajian, salah satunya ialah pengkajian untuk melihat infrastruktur. Anam berharap agar berbagai pihak yang hadir dapat memberikan pendapat serta masukan kepada Komnas HAM terkait infrastuktur di Indonesia.

“Komnas HAM tahun ini ada beberapa kajian. Acara ini adalah pengkajian untuk melihat infrastruktur. Penting bagi kami untuk menerima masukan ke depan agar ditemukan ada sesuatu kebijakan di level aturan misalnya terkait pertanahan, atau lingkungan atau sektor lainnya, apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi dinamika itu,” ujar Anam.

Sarasehan ini menghadirkan dua narasumber yakni Ahmad Erani Yustika (Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi) dan Sri Palupi (Direktur Ecococ Right). Serta turut dihadiri oleh beberapa pemangku kebijakan, yakni perwakilan dari Bappenas, Balitbang PUPR, Kemenko Perekonomian, Bappeda Jabar dan dari beberapa pihak LSM seperti Konsorsium Pembangunan Agraria, Smeru dan Sajogyo institute, serta dari Trisakti. Selain untuk bersama-sama menjajaki pendapat terkait perkembangan infrastruktur yang berbasis HAM, kegiatan ini juga bertujuan untuk membangun jejaring dan kerjasama dengan berbagai pihak. 

Lebih lanjut, Anam memaparkan terkait infrastruktur di beberapa daerah yang sedang dikaji, untuk menemukan tingkat level strategisnya. 

“Ada hotspot seperti tol pandaan Malang, di Sulawesi itu ada, NTT juga ada, kami sedang hitung juga di Tapanuli ada pembangkit listrik, apa potret besarnya. Kami yakin pembangunan infrastruktur ini memiliki tujuan yang strategis, kami ingin lihat level strategisnya seperti apa,” ucap Anam.

Felani, peneliti Komnas HAM, menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur sangat berkaitan dengan Hak Asasi Manusia. Lebih lanjut beliau memaparkan data pengaduan Komnas HAM terkait pembangunan infrastruktur ditahun 2017 terdapat 33 kasus, dan tidak hanya pengaduan jalan tol saja, namun juga terkait pembangunan pembangkit listrik. 

“Kami menemukan fakta bahwa pembangunan infrastruktur adalah hak asasi manusia, rights to development. Pembangunan infrastruktur membuat kemajuan yang signifikan. Pada tahun lalu Komnas HAM juga telah melakukan penelitian tentang Undang-undangan Pengadaan Tanah, memang Undang-undang tersebut mempercepat proses pengadaan tanah untuk pembangunan. Namun, disisi lain ada hak masyarakat yang tercerabut haknya,” ucap Felani.

Menurut Ahmad Erani, selama ini para pengambil kebijakan melihat bahwa pembangunan infrasruktur menggunakan variabel ekonomi yang dikaitkan dengan investasi dan pertumbuhan ekonomi, dan masih sedikit tentang Hak Asasi Manusia. Erani juga mengharapkan bahwa Tim peneliti dapat merumuskan pembangunan insfrastruktur dalam perspektif Hak Asasi Manusia sampai pada operasional manfaatnya. 

“Kita harus jelas menganalisis siapa yang terkena manfaat paling besar dari pembangunan infrastruktur ini apakah masyarakat atau pihak lain,” tutur Ahmad Erani.

Pembangunan infrastruktur juga memiliki resiko diluar Hak Asasi Manusia, yakni resiko sosial, ekonomi, serta budaya. Ketiga level resiko tersebut, lanjut Erani ialah resiko dengan level mikro yang berkaitan dengan resiko lingkungan. Kedua, dengan level meso adalah akses terhadap layanan publik. Dan pada level makro, adalah resiko biaya tinggi dengan beban wajib pajak, serta isu lingkungan sosial yang berhadapan dengan ekonomi.

“Kalau mengaitkan pembangunan infrastruktur dengan Hak Asasi Manusia, maka harus dikaji ukuran esensinya dalam kewajiban pokok melihat HAM, ada hak yang terkait dengan Ekosob. Maka, dalam evaluasi pembangunan infrastruktur di Indonesia, dikaitkan dengan pemenuhan HAM, akan jauh dari tolak ukur manfaat pembangunan infrastruktur. Mungkin dari kementerian atau lembaga daya dorongnya berat, kami dari Kantor Staf Presiden sudah melakukan simulasi daya dorongnya berapa. Variabel yang harus didorong ke depan dalam pemenuhan HAM. Bagaimana setelah pembangunan infrastruktur turun, naiknya hak atas kesejahteraan,” ujar Ahmad Erani.

Pada kesempatan kali ini, Sri Palupi memaparkan kerja-kerja yang telah dilakukan oleh Komisi HAM PBB. Palupi  menjelaskan bahwa infrastruktur adalah tujuan pembangunan global pada goal nomor 9. Dalam goal nomor 9 pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan berinovasi, infrastruktur tersebut lebih banyak berkaitan dengan ekonomi, namun krusial dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia.

“Pemenuhan HAM memerlukan pembangunan infrastruktur. Penting untuk digaris bawahi bagaimana proses perencanaan infrastruktur, apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan? Infrastruktur yang akan dibangun, sedang proses dan sudah berjalan, resiko HAM-nya seperti dari setiap tahap tersebut. Serta mekanisme mengatasi masalah HAM dan lingkungan dalam proses dan pasca beroperasi. Banyak proyek infrastruktur yang menyebabkan kelompok marjinal terabaikan. Bagaimana meminimalkan resiko dalam pembangunan infrastruktur itu melayani kepentingan publik, apakah tujuan ekonominya tercapai dan agenda pemerintah tercapai,” kata Sri Palupi.

Pada sesi kedua sarasehan kali ini, peneliti Komnas HAM Nurachman Aji Utomo turut menyampaikan bahwa kajian Komnas HAM tahun 2016 terkait perencanaan pembangunan. Hal pertama ialah mengevaluasi pembangunan di daerah, untuk alat ukurnya sendiri berbeda ketika berbicara mengenai hak sipil politik dan ekonomi budaya. 

“Kewajiban negara untuk membangun. Pembangunan infrastruktur yang dibangun apakah termasuk dalam minimum core obligation. Apakah bentuk penyimpangan kewajiban negara. Kewajiban negara hadir, dikemas bentuk lain atau dihilangkan,” ucap Aji

Sarasehan kali ini mendapatkan benyak respon dan masukan dari berbagai pihak yang hadir dalam kesempatan tersebut. Salah satunya ialah Rika KD, perwakilan dari Social Monitoring and Early Response Unit (SMERU). Rika menuturkan bahwa selain mendefinisikan variabel, jenis infrastruktur ini memiliki aspek HAM yang berbeda. Selain itu, lanjut Rika seseorang atau subyek masyarakat yang perlu diperhatikan adalah penyandang disabilitas, hingga kelompok perempuan paska pembangunan dan sebelumnya.

“Terkait dengan UU perencanaan Pembangunan ada satu titik persoalan bahwa perencanaan pembangunan nasional hanya dilakukan oleh tiga pihak, Bappenas, Kementerian Keuangan dan Kementerian atau lembaga terkait. Dalam konteks HAM berlaku sama, jadi masuk dalam peran program pemerintah. Kemudian monev ada tetapi tidak lengkap, monev hanya report keuangan saja, status capaian target apakah sangat baik, baik, jelek ? kalau jelek konsekuensi tindak lanjutnya apa?”, kata Rika KD. (Radhia/Ibn)

Short link