Latuharhary - Konflik di sektor pertambangan merupakan salah satu masalah agraria yang banyak diadukan masyarakat pada Komnas HAM. Ketegasan pemerintah pusat maupun daerah untuk penyelesaian konflik tersebut menjadi tumpuan utama.
“Maka yang menjadi pertanyaan sebenarnya kehadiran negara seperti apa? Kalau kita lihat ada regulasi yang dibuat pemerintah pusat, kemudian implementasi di tingkat provinsi dan kabupaten,” terang Wakil Ketua Internal Komnas HAM Hairansyah dalam Diskusi Terfokus Penanganan Persoalan HAM dalam Konflik Pertambangan di Royal Kuningan Hotel, Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Ketegasan otoritas, dinilainya dapat menyokong upaya advokasi pertambangan yang telah dilakukan oleh berbagai pihak sejak rezim Orde Baru. Perkembangan terkini justru aksi penambangan dan izin konsesi tambang muncul terus menerus padahal daya dukung lingkungan dan lahan seolah sudah tidak memadai lagi. Kondisi tersebut terlihat dari maraknya perambahan kawasan hutan dan kawasan masyarakat adat untuk kepentingan pertambangan baik legal maupun ilegal.
Kasus-kasus aduan pun berdatangan. Hingga tahun 2019, Komnas HAM menangani 11 kasus pertambangan, yaitu pengambilalihan lahan secara sewenang-wenang, perizinan hingga masalah ganti rugi. Permasalahan yang banyak diadukan tersebut terjadi di wilayah Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Aceh.
Beberapa konflik pertambangan yang ditangani Komnas HAM, diantaranya tambang batu sungai di Mojokerto Jawa Timur, tambang di Pulau Wawoni, Sulawesi Tenggara, penanganan lubang bekas tambang di Kalimantan Timur, dan tambang emas Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur.
Secara umum, Komnas HAM menilai persoalan hak asasi manusia terjadi mulai dari proses pertambangan hingga pasca tambang yang tidak hanya menyangkut hak sipil dan politik, namun hak ekonomi, sosial dan budaya.
Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik memperkuat pernyataan tersebut dengan menyampaikan kesepakatan dalam sidang paripurna untuk melanjutkan penyelesaian isu pertambangan sebagai bagian dari isu strategis Komnas HAM, yaitu agraria.
“Dari beberapa kasus yang sedang ditangani, melihat ada persoalan tata kelola yang perlu kita review. Antara satu aturan dengan aturan yang lain seringkali tidak sesuai atau saling bertentangan. Ini menurut saya akan sulit, jika kita tidak review mengenai tata kelola,” ujar Taufan.
Diskusi ini juga dihadiri oleh Komisioner Beka Ulung Hapsara, Sekretaris Jenderal Direktorat Jenderal Mineral Batu Bara Kementerian ESDM RI Heri Nurzaman didampingi Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral Batu Bara Kementerian ESDM RI Sri Raharjo, perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, perwakilan Komnas Perempuan, praktisi pertambangan Chalid Muhammad, akademisi Universitas Sahid Wahyu Nugroho, dan staf Komnas HAM RI. (AAP/IW)
Short link