Kabar Latuharhary

UU Minerba Rawan Kekerasan, Komnas HAM Lindungi Pembela HAM

Jakarta - Kasus kekerasan terhadap pembela hak asasi manusia di Indonesia, terutama di sektor lingkungan hidup disinyalir masih terus terjadi jika implementasi UU Minerba bergulir. Komnas HAM konsisten ikut menjamin perlindungan bagi pembela HAM.

"Perlindungan hukum bagi pembela HAM tidak ada. Prakteknya, serangan kepada pembela HAM malah makin masif dan beragam," ucap Wakil Ketua Internal Kommas HAM Hairansyah saat menjadi pembicara dalam Bincang Hukum #1 - Menelisik Perlindungan Hukum Bagi Pembela HAM dan Environmental Defender yang diselenggarakan oleh Auriga Nusantara melalui Zoom Meeting, Senin (18/5/2020).

Sebagian besar kasus kekerasan dan kriminalisasi yang dialami pembela HAM disebabkan oleh berbagai hal. Beberapa di antaranya pemahaman pemerintah dan publik terhadap keberadaan pembela HAM belum maksimal serta tidak adanya pemahaman dan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum terkait perlindungan pembela HAM.

Agar perjuangan pembela HAM terjaga, Komnas HAM sebagai lembaga mandiri mengimplementasikan Pasal 28I Ayat 4 UUD 1945 yang berbunyi "Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah". Komnas HAM membentuk Tim Human Rights Defender (HRD). 


Tim HRD telah melakukan beberapa seperti pengembangan Sistem Pengaduan HAM, pemilahan kasus HRD atau bukan, pemberian surat keterangan untuk perlindungan pembela HAM yang telah melapor ke Komnas HAM, melakukan koordinasi dan kerjasama dengan jaringan hingga melakukan reviu Peraturan Komnas HAM Nomor 5 Tahun 2015 tentang Prosedur Perlindungan Terhadap Pembela HAM.

Selain upaya dari Komnas HAM tadi, Hairansyah berharap adanya peran pemerintah dalam menjamin pembela HAM dan lingkungan. Apalagi DPR telah mengesahkan perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) dalam Rapat Paripurna yang digelar Selasa (12/5/2020).

Tak dapat dipungkiri, UU Minerba Pasal 162 membuka peluang kriminalisasi kepada siapa saja yang menolak tambang. Pasal 162 berbunyi "Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)".

Lebih lanjut, jika kriminalisasi terus terjadi tak menutup kemungkinan akan menambah kasus kekerasan yang dihadapi pembela HAM. Bahkan kekerasan yang berujung kematian seperti kasus meninggalnya pembela HAM di Sumatera Utara Golfrid Siregar yang terjadi Oktober 2019 lalu. Rasa takut akan ancaman, teror ataupun penyerangan juga akan membayangi pembela HAM yang mana hal tersebut akan mengancam keselamatan para pembela HAM.

Pasalnya, sepanjang tahun 2019, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mencatat terdapat 27 kasus kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap pembela HAM atas lingkungan. Kasus tersebut terjadi di 14 provinsi dan melibatkan 128 orang dari berbagai kalangan seperti aktivis, mahasiswa, petani maupun masyarakat adat. (AM/IW)

Short link