Kabar Latuharhary

Tuntutan Ringan Kasus Novel Baswedan Hina Komitmen Presiden Jokowi

Kabar latuharhary – “Tuntutan yang sangat ringan itu tidak hanya menghina Novel Baswedan, tapi juga menghina komitmen Presiden Jokowi yang di berbagai kesempatan berpidato pentingnya untuk memberantas korupsi,” ungkap Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, M. Choirul Anam dalam Diskusi #EnggakSengajaSidang: Eksaminasi Perkara Novel Baswedan dari Sudut Pandang Hukum Pidana yang diinisiasi YLBH Indonesia, Minggu (21/06/2020).

Dalam diskusi yang juga menghadirkan Novel Baswedan sebagai keynote speaker tersebut, Anam menyampaikan dalam kesimpulannya, Komnas HAM menjelaskan tentang konstruksi peristiwa yang dibuat berdasarkan keterangan dari berbagai sumber. Komnas HAM tidak hanya memeriksa Novel Baswedan, namun juga dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berangkat dari hal itu, Komnas HAM menyimpulkan serangan tersebut sangat erat hubungannya dengan pekerjaan Novel Baswedan sebagai penyidik senior KPK. Bahkan, serangan tersebut dilakukan dengan pola kejahatan terencana dan terstruktur untuk menghalangi upaya pemberantasan korupsi. Berdasar hal tersebut kemudian Komnas HAM memberikan status sebagai pembela hak asasi manusia kepada Novel Baswedan.

“Salah satu dalam rekomendasi kami (re: Komnas HAM) bahwa yang dialami Novel Baswedan pada kasus ini adalah obstruction of justice,” ungkapnya.

Anam menambahkan bahwa kasus obstruction of justice baginya tidak hanya dipahami serangan terhadap proses hukum yang ada. Akan tetapi juga dapat  dipahami sebagai serangan terhadap upaya-upaya penegakan, diluar teknis hukumnya. Obstruction of justice seperti ini sudah banyak terjadi kepada pembela Hak Asasi Manusia, salah satunya pada kasus Munir.

Komnas HAM mempertegas bahwa ada proses hukum yang tidak sesuai (abuse of process), karena ada beberapa titik yang penting tidak ditelusuri dengan benar. Komnas HAM sendiri menelusuri cukup mendalam fakta dan pola yang terjadi. Dengan berbagai temuan lapangan dan hasil pemeriksaan, Komnas HAM menilai ada 3 layer aktor yang kemudian dituangkan dalam konstruksi peristiwa.

"Jadi kami menemukan bahwa dalam kasus itu terdapat aktor lapangan sampai dengan aktor intelektual, meskipun belum bisa menyimpulkan orangnya. Dengan pola temuan di lapangan dan temuan tim penyidik Polda, kami menilai aktornya setidaknya ada tiga lapis," ujar Anam menambahkan.


Dalam pembukaan diskusi tersebut, Novel Baswedan mengungkapkan bahwa ia telah menyampaikan rekomendasi dari Komnas HAM kepada majelis hakim saat bersaksi dalam persidangan kasus penyiraman air keras kepada dirinya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan harapan hal tersebut dapat berguna dalam proses pengusutan kasusnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutannya mengajukan ancaman ringan 1 tahun penjara terhadap 2 (dua) orang yang mengaku sebagai penyerang air keras yang membuat mata sebelah kiri Novel Baswedan mengalami kebutaan, yaitu Ronny Bugis dan Rahmad Kadir.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana mengkritisi pendampingan hukum yang diberikan Polri terhadap kedua pelaku. Bantuan hukum ini dinilai bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi Anggota Kepolisian RI. Terutama seperti diketahui kemudian, bahwa petugas yang awalnya adalah Penyidik atas kedua terdakwa beralih menjadi pembela mereka dalam persidangan. Hal ini sangat ironis bila dinyatakan sebagai upaya penegakan hukum yang berkeadilan. Keterangan yang diberikan oleh Novel seharusnya bisa dipertimbangkan dengan serius, karena dia merupakan korban penyiraman air keras. Hakim yang diharap aktif mendalami berbagai temuan kasus yang disampaikan tim advokasi Novel, justru sepertinya satu irama dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sementara itu, anehnya JPU malah mencecar Novel dengan pertanyaan yang menyudutkan terkait kasus sarang burung walet yang tidak ada kaitannya dengan perkara yang sedang disidangkan.

“Catatan dari awal persidangan, apakah memang penyerangan terhadap Novel Baswedan ini betul bagian dari tugas yang diberikan. Hal ini yang kemudian menjadi pertanyaan dan perlu untuk ditelusuri," tegas Arif.  (Utari/LY/RPS)

Short link