Kabar Latuharhary

Disability Rights Indicators: Tolok Ukur Pemenuhan HAM Penyandang Disabilitas

Kabar Latuharhary – Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) melihat Indikator Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas adalah  bagi perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di tingkat praktis. Penguatan koordinasi pemerintah di tingkat pusat dan daerah dengan melibatkan stakeholder, khususnya penyandang disabilitas, dapat lebih bermakna ketika ada satu alat ukur yang sama. Dan alat ukur ini penting untuk diuji coba melalui pilot project dibeberapa daerah.

Pernyataan pada paragraf di atas disampaikan Komisioner Pengkajian dan Penelitian HAM Komnas HAM Sandrayati Moniaga saat menjadi penanggap dalam acara “Seminar Virtual Peluncuran Indikator Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas”, Rabu, 28 April 2021. Seminar ini merupakan kerja sama antara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kantor Staf Presiden (KSP) didukung Program Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ2).

Lebih lanjut, Sandra -- panggilan akrab dari Sandrayati Moniaga – menyampaikan indikator ini akan membantu tidak hanya bagi pemantauan, namun juga dalam konteks kewenangan lain yang dimiliki Komnas HAM yaitu bagi pengkajian dan penelitian, pendidikan dan penyuluhan, juga mediasi. Indikator ini secara strategis akan sangat membantu pada saat pengujian ketentuan legislatif dan administratif yang dilakukan Komnas HAM, termasuk dalam pengajuan rancangan undang-undang (RUU).

“Indikator ini akan memudahkan untuk melihat rangkaian upaya negara dalam melindungi hak-hak penyandang disabilitas sebagai sebuah continuum dari struktur, proses, dan hasil sehingga pemenuhan hak ini lebih terukur dan dapat dilihat apakah adil atau tidak. Dalam konteks pemantauan yang akan dilakukan Bappenas, tentu hasilnya akan menjadi acuan pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia,” ucap Sandra.
 
 

Selain itu, Sandra menyampaikan saran untuk mengembangkan indikator hak penyandang disabilitas. “Indikator ini perlu dibuat indeks. Jadi indeks pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dengan unit analisis provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia,” kata Sandra.

Kemudian Sandra menyatakan pengukuran indikator/indeks ini akan menjadi tolok ukur pencapaian pemenuhan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas di masing-masing daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota. Jika dilakukan secara reguler maka akan menjadi acuan pencapaian suatu daerah dari waktu ke waktu dan juga untuk membandingkan pencapaian suatu daerah dengan daerah lain.

Sebagai gambaran, Sandra mengungkapkan bersama Peneliti Komnas HAM Yeni Rosdianti telah menyusun beberapa catatan atas indikator yang telah disusun dan akan menyampaikan catatan tersebut secara tertulis kepada Bappenas dan KSP sebagai catatan kritis dari Komnas HAM. “Ada beberapa hal yang kami catat, misal, tabel perbandingan data disabilitas. Kami menyarankan perlu menambahkan hasil sensus terbaru. Kemudian ada soal poin kerentanan perempuan dan indikator pemenuhan hak-hak disabilitas, di mana kami memberikan tekanan soal kesetaraan pengakuan di hadapan hukum,” ujar Sandra.

Menutup paparannya, Sandra menyampaikan berdasarkan data dari pemerintah, lebih banyak penyandang disabilitas yang bekerja di sektor informal sehingga membutuhkan perhatian khusus. “Sekali lagi, kami memberikan apresiasi khusus dan bersyukur ada progress di mana ada satu instrumen baru yang bisa digunakan bersama. Sekali lagi terima kasih dan selamat,” ucap Sandra sambil menutup paparannya.

Dalam sesi pembukaan yang disampaikan oleh Deputi Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, Bappenas, Slamet Soedarsono menyatakan sebelumnya sebagai upaya memperkuat pemantauan dan pengukuran atas pemenuhan hak penyandang disabilitas, jaringan pegiat dan organisasi penyandang disabilitas bersama dengan Bappenas dan KSP  yang difasilitasi AIPJ2 telah menginisiasi penyusunan indikator pemenuhan hak penyandang disabilitas. Inisiatif penyusunan indikator ini pertama kali digagas dalam lokakarya “Mengenal Mekanisme HAM Penyandang Disabilitas” yang didukung oleh AIPJ2 dan Disability Rights Funds (DRF) pada Mei 2018.

Sejumlah proses penyusunan rancangan indikator hingga konsultasi telah dilaksanakan, baik dengan jaringan pegiat dan organisasi penyandang disabilitas, maupun dengan pemerintah. Sebagai hasilnya, saat ini telah tersusun dokumen Indikator Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas (Disability Rights Indicators/ DRI). DRI yang dituangkan dalam buku “Panduan Memantau Hak Penyandang Disabilitas” ini diharapkan akan membantu pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi penyandang disabilitas, dan berbagai pihak lainnya dalam memantau perkembangan pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia dari waktu ke waktu.

Dalam peluncuran indikator ini terdapat sesi diskusi panel dengan tema “Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat Sipil Menuju Sistem Pemantauan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas”. Hadir sebagai narasumber diskusi panel, Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani, Purwanti sebagai perwakilan Penyusun dan Kontributor Indikator Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas dan Vivi Yulaswati Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan.

Dani -- sapaan akrab Jaleswari Pramodhawardani -- menyampaikan komitmen negara dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas. KSP akan selalu hadir untuk berkolaborasi dan berkontribusi agar dampak dan manfaat regulasi tersebut dapat dinikmati seluruh penyandang disabilitas. Berdasar data yang berhasil dihimpun KSP, saat ini sudah banyak pemerintah daerah yang telah menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyandang Disabilitas. Ia berharap akan lebih banyak daerah yang mempunyai inisiatif untuk penyusunan perda serupa. Lebih lanjut, menurutnya, penyusunan buku ini memiliki makna penting dan strategis utuk menyusun data secara objektif terkait pemajuan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia.

Selain Sandra sebagai perwakilan dari Komnas HAM, hadir pula sebagai penanggap perwakilan dari: Deputi Pemberdayaan Disabilitas dan Lansai Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; Kedeputian Bidang Koordinator Hukum dan HAM; Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri; Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri; Ombudsman RI; Komnas Perempuan; Bupati Situbondo dan Direktur Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS). Masukan dari para penanggap ini dalam rangka mendiseminasikan dan mendorong pemanfaatan lebih lanjut dari DRI. (Utari Putri Wardhanti/LY)

Short link