Kabar Latuharhary

Pendidikan Inklusif dan Hak Asasi Manusia

Kabar Latuharhary – “Hak memperoleh pendidikan adalah hak asasi manusia,” ucap Sandrayati Moniaga Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, yang hadir sebagai narasumber dalam webinar nasional “Hari Pendidikan Nasional 2021: Tantangan dan Peluang terhadap Pelaksanaan Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif pada Masa dan Pasca Pandemi Covid-19 di Indonesia”.

Acara yang digelar secara daring pada Jumat, 28 Mei 2021, ini diselenggarakan oleh Yayasan Wahana Inklusif Indonesia yang didukung oleh Kemendikbudristek untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2021.



Mengawali paparan, Sandra -- panggilan akrab Sandrayati Moniaga -- menjelaskan materi terkait pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Pengertian pendidikan inklusif itu berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.

Selanjutnya, Sandra membahas hubungan antara pendidikan inklusif dan hak asasi manusia. Dia mengatakan bahwa hubungan antara pendidikan inklusif dan hak asasi manusia terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional.  Ia kemudian menjabarkan pasal-pasal yang terdapat di dalamnya.

Dalam pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Lalu, dalam  pasal 5 ayat 1, 2 dan 4, disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Serta warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

Sandra kemudian menyinggung beberapa hal yang perlu dibenahi agar pelaksanaan pendidikan inklusif berjalan lebih baik. Hal yang perlu dibenahi yaitu penekanan terhadap aspek vokasional selain akademik, aksesibilitas terhadap penyandang disabilitas (PD) berupa fasilitas, akomodasi yang layak, Guru Pendamping Khusus (GPK), dan kebijakan sekolah yang lebih ketat terhadap persoalan perundungan terutama terhadap PD.

Selain Komisioner Komnas HAM, acara ini juga dihadiri oleh beberapa narasumber yaitu Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dedi Supandi, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Bone Nursalam, dan Kepala SDN Pondok Labu 01 Dedi Suryadi.

Menutup webinar, Sandra mengatakan bahwa pendidikan merupakan hak dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Pendidikan seharusnya diselenggarakan secara demokratis, adil, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. “Pendidikan inklusif merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam memenuhi dan menghormati hak asasi manusia,”  tutur Sandra menutup paparannya.

Penulis: Feri Lubis
Editor: Liza Yolanda

Short link