Kabar Latuharhary

Asmara Nababan, Seorang Pembela HAM Sejati

Kabar Latuharhary – “Bagi Pembela Hak Asasi Manusia, tidak ada akhir suatu petualangan.” Itu merupakan salah satu kalimat yang pernah disampaikan oleh Asmara Nababan, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) peridoe 1993 - 2002.
 
“Asmara Nababan selain punya peran sentral dalam mengembangkan Komnas HAM sebagai lembaga negara yang independen, dia juga menjadi role model sebagai wakil masyarakat sipil yang menjabat pada institusi negara,” ucap Sandrayati Moniaga Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM diacara Bedah Buku “Meniti Ombak Mewujudkan Kemanusiaan: 10 Tahun Kepergian Asmara Nababan” yang dilaksanakan pada Jum’at, 21 Mei 2021.

Lebih lanjut Sandra – panggilan akrab Sandrayati Moniaga – mengatakan bahwa Asmara Nababan mempunyai peran penting dalam memberdayakan dan menguatkan masyarakat sipil dengan merintis dan mendirikan banyak komunitas. Selain itu Asmara Nababan -- pria yang pernah menjadi Sekretaris Jenderal Komnas HAM dari 1998-2002 -- juga dikenal sebagai guru yang bersahabat dengan banyak orang. “Sampai ada seseorang bernama Sofia di Flores sana yang bercerita betapa Bang As – sapaan akrab Sandra kepada Asmara Nababan -- ini seperti magnet. Kalau Bang As datang, semua mau berkumpul untuk mendapat update dan berdiskusi tentang HAM,” kata Sandra.

Diacara bedah buku yang dilaksanakan dalam rangka memperingati 23 Tahun Tragedi Mei 1998 itu, Sandra mengungkapkan apa yang disampaikan Asmara Nababan -- wafat pada 28 Oktober 2010 di Guang Zhou, Cina -- bahwa perjuangan human rights defenders (pembela HAM) tidak akan berakhir. Namun, menurut Sandra seharusnya perjuangan itu tidak hanya untuk satu kasus saja, seperti kasus Tragedi Mei 1998.

“Ada banyak pelanggaran HAM yang berat yang sampai sekarang belum diselesaikan. Pekerjaan rumah masih panjang dan terima kasih kepada Bang As yang telah membangun pilar-pilar penting gerakan HAM dan demokratisasi di Indonesia. Harapannya kita semua tetap kuat mewujudkan keadilan,” tutur Sandra.



Pada sisi lain Sandra menceritakan peran penting pria kelahiran Siborong-borong, Tapanuli Utara, 2 September 1946, dalam mendukung kelahiran AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara). “Ketika AMAN terbentuk setelah kongres masyarakat adat pertama, Komnas HAM menjadi lembaga negara pertama yang mengunjungi AMAN. Itu bisa terjadi karena Bang As saat itu ada di Komnas HAM,” ujar Sandra. Menurut Sandra, pria yang bernama lengkap Asmara Victor Michael Nababan mendukung gerakan masyarakat adat karena Bang As meyakini hal itu adalah satu prasyarat sistem demokratis di mana mengakomodir keragaman yang ada.

Warisan berharga yang lain dari Sekretaris Eksekutif INFID (International NGOs Forum on Indonesia Development) periode 1994-1998 menurut Sandra adalah pemikirannya tentang multikulturalisme. “Asmara Nababan pernah membuat tulisan berjudul “Sekolah Demokrasi, Meretas Jalan Menuju Wajah Demokrasi yang Lebih Kuat dan Multikulturalisme yang Nyata,” kata Sandra. Dalam artikel itu, dituliskan multikulturalisme didefinisikan secara umum oleh banyak kalangan sebagai sebuah kepercayaan yang menyatakan kelompok-kelompok etnik budaya dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip koeksistensi.

“Bang As punya peran signifikan dalam penguatan masyarakat sipil, khususnya dalam gerakan HAM dan berkontribusi nyata kepada gerakan masyarakat adat,” ucap Sandra.

 
Penulis: Utari Putri.

Editor: Rusman Widodo.

Short link