Kabar Latuharhary

Komnas HAM Dorong Solusi Efektif Bagi Konflik Agraria


Medan-Konflik agraria memerlukan penyelesaian yang efektif melalui kolaborasi pemerintah dan pihak-pihak terkait melalui jalur mediasi.

Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik sangat peduli dengan penyelesaian konflik agraria, terutama di Sumatera Utara karena masih kompleks. Namun, ia optimistis jika pemerintah memiliki kemampuan dan kemauan (goodwill) perlahan-lahan konflik tersebut bisa diselesaikan secara baik. 

"Pendekatan yang dilakukan masih konvensional, cenderung menyampingkan hak rakyat kecil dan pro kepada pemodal besar," ujar Taufan saat berdiskusi bersama para aktivis di kantor DPW Serikat Petani Indonesia (SPI), Kota Medan, Sabtu (12/6/2021).

Dari hasil pemantauan sepanjang 2020, Komnas HAM  RI mencatat 30 titik konflik agraria berada di Sumatera Utara. Jumlah ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya terdapat 23 titik konflik.

Varian konflik didominasi status kepemilikan lahan Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah pantai timur Sumatera Utara yang merupakan daerah perkebunan potensial. Sedangkan persoalan eks HGU didominasi seputar 5.873,06 hektare yang tersebar di Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, dan Binjai.

"Sementara itu konflik imbas pembangunan dan masuknya industri skala besar terjadi di Deli Serdang, Langkat, dan Kawasan Danau Toba hingga Kabupaten Dairi," kata Taufan menjelaskan.

Hutan Rakyat Institute (HaRI) mencatat, ada 106 kelompok masyarakat yang sampai saat ini masih berkonflik dengan perkebunan maupun perusahaan hutan tanaman industri, dengan luasan mencapai 346,648 hektar. 

Di seputar Kota Medan, lahan HGU PTPN II dan eks-HGU PTPN II selama ini adalah obyek konflik agraria yang tak kunjung selesai dan menjadi areal konflik terbesar dengan melibatkan berbagai aktor, antara lain masyarakat adat, kelompok-kelompok petani atau masyarakat lainnya, pengusaha real estate bahkan mafia tanah. Di delapan kabupaten sekitar area Danau Toba, masyarakat adat masih berjuang atas hutan adat dan wilayah adatnya dari cengkeraman Hutan Tanaman Industri.

Momentum reformasi menjadi momentum rakyat untuk melakukan penggarapan di areal-areal HGU maupun eks HGU. Tuntutan-tuntutan akan reforma agraria muncul kembali, disertai dengan menguatnya organisasi-organisasi tani atau organisasi masyarakat sipil lainnya yang mendorong pelaksanaan reforma agraria.

"Dengan kata lain, memang kita perlu berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Pemda dan para pihak terkait, itu mutlak dan harus dilakukan," jelas Taufan.

Ia berharap Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tuntas menyelesaikan tuntutan petani. Selain Taufan, gadir dalam diskusi tersebut, antara lain Ketua Umum SPI Henry Saragih, peneliti Pusat Kajian Agraria dan Hak Asasi Petani (PUSKAHAP) Andry (Puskahap), dan anggota SPI Sumatera Utara Mujahidin. (Eggi/IW)
Short link