Kabar Latuharhary

Komnas HAM Dalami Keterangan Para Pimpinan KPK Terdahulu

Kabar Latuharhary – Komnas HAM terus bekerja dalam menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran hak asasi manusia saat proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) atas 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan mendalami keterangan dari para pimpinan KPK terdahulu.

“Hari ini salah satu yang didalami oleh tim Komnas HAM adalah mendapatkan keterangan dari pimpinan KPK terdahulu,” ucap Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, saat konferensi pers pada Jum’at, 18 Juni 2021.

Permintaan keterangan yang dimulai pada pukul 10.30 dan berakhir pada 14.30 WIB dihadiri secara langsung oleh Wakil Ketua KPK Periode 2007-2011, Mochammad Jasin. Selain itu, hadir pula secara daring  Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK Periode 2015-2019 dan Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK Periode 2011-2015.

Jasin – sapaan akrab Mochammad Jasin – mengungkapkan bahwa Komnas HAM setidaknya menggali 3 (tiga) hal kepadanya juga rekan-rekannya. “Lingkup yang digali adalah mengenai nilai-nilai yang sekarang ini digunakan di KPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Antara lain tercermin di dalam suatu peraturan dan kode etik yang menjadi acuan pelaksanaan tugas KPK serta di dalam pelaksanaan tugas itu juga dibuatkan SOP (Standar Operational Prosedur). Kemudian yang kedua adalah mengenai kolektif dan kolegial pimpinan  KPK dalam pengambilan keputusan seperti apa, berdasarkan musyawarah atau votting ini juga sudah kita jelaskan. Kemudian hal-hal yang terkait dengan independensi KPK, seperti apa peraturannya,” terang Jasin.


Senada dengan Jasin, Anam – sapaan akrab Mochammad Choirul Anam – menyampaikan bahwa Komnas HAM mencoba mendalami mekanisme kerja yang ada di KPK, seperti hubungan staf dengan pimpinan, pola kinerja yang baik, pola penargetan terkait penyelesaian kasus, juga tata kelola organisasinya.

Lebih lanjut, Jasin mengungkapkan bahwa pegawai KPK sangat heterogen, namun mayoritas berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan status sebagai pegawai komisi negara yang digaji APBN dan dilingkupi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 tahun 2005 tentang Manajemen Sumber Daya Manusia Komisi Pemberantasan Korupsi. Jasin pun menegaskan terkait pemecatan pegawai yang mana pemecatan harus ada background dan dengan dilakukan audit terlebih dahulu oleh pengawas internal KPK.

“Di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2020 (pun) tidak ada klausul bahwa ada tes yang berakhir dengan pemecatan,” pungkas Jasin menjelaskan.

Dari berbagai keterangan yang dihimpun, Komnas HAM akan mengolah dan merumuskannya dalam rangka memeriksa dugaan pelanggaran HAM atas peristiwa ini.

Penulis : Utari Putri
Editor : Liza Yolanda
Dokumentasi : Humas Komnas HAM RI

Short link