Kabar Latuharhary

Respon Positif atas SNP Hak Berpendapat dan Berekspresi

Kabar Latuharhary – Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Hak atas Kebebasan Berpendapat dan berekspresi diakui sebagai pedoman yang baik untuk menyamakan persepsi. Hal ini mengemuka dalam webinar publik dengan tema "Standar Norma dan Pengaturan tentang Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi sebagai Instrumen untuk Menghormati, Melindungi dan Memenuhi Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Indonesia”, yang diselenggarakan secara daring oleh Komnas HAM pada Selasa, 31 Agustus 2021.

Komisioner Pengkajian dan Penelitian, Sandrayati Moniaga menjelaskan bahwa sejak 2018 Komnas HAM telah menyusun lima (5) Standar Norma dan Pengaturan. Meliputi SNP Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, SNP Hak atas Kebebasan Berkumpul dan Berorganisasi, SNP Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, SNP Hak atas Kesehatan, dan SNP Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi. Komnas HAM, lanjut Sandra melihat banyak tafsir terkait hak asasi manusia. Oleh karena itu SNP merangkum semua hal tersebut dan menyusun menjadi satu pedoman bagi aparat negara maupun masyarakat.

“Standar norma dan perngaturan ini merangkum semua itu dan tersusun menjadi satu pedoman bagi aparat negara untuk memastikan tidak ada kebijakan atau tindakan pembatasan dan atau pelanggaran terhadap hak kebebasan berpendapat dan berekspresi. SNP juga merupakan pedoman bagi Individu dan kelompok agar memahami tindakan pelanggaran Hak KBB untuk bisa memastikan  HAM-nya terlindungi dan tidak melakukan tindakan diskriminatif.  SNP turut menjadi pedoman bagi aktor non-negara untuk menghindari tindakan yang membatasi hak kebebasan berpendapat dan berekspresi,” ucap Sandra.


Plt. Kepala Biro Dukungan Pemajuan yang juga merupakan salah satu penulis Standar Norma dan Pengaturan Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi (SNP KBB), Mimin Dwi Hartono menjelaskan bahwa salah satu alasan penting disusunnya SNP ini, karena kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan inti dari kedaulatan rakyat.

“Kedaulatan rakyat itu disampaikan melalui pendapat dan ekpresinya, harus menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan. Hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi ini menjadi ciri utama negara demokratis, dan hal ini diperlukan sebagai bentuk partisipasi dari masyarakat sebagai bentuk pengawasan, kritik dan saran dalam penyelenggaraan pemerintah yang baik dan demokratis. Selain itu, hak kebebasan berpendapat dan berekpresi adalah enabler untuk merealisasikan hak-hak lainnya,” ungkap Mimin

SNP Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi (SNP KBB) memiliki cakupan yang dibagi menjadi lima (5) BAB. Meliputi, BAB pertama Pendahuluan, BAB kedua Cakupan Hak atas Berpendapat dan Berekspresi, BAB ketiga Pembatasan, BAB keempat Penegakan Hukum, dan BAB kelima ialah Kewenangan Komnas HAM.

“Sistematika dari SNP KBB dimulai dari pendahuluan, kemudian bab II cakupan hak atas berpendapat dan berekspresi yang merupakan isi utama dari SNP ini. Satu ada kebebasan berpendapat, kedua ada kebebasan berekspresi yang kemudian diturunkan menjadi sepuluh (10) ekspresi dengan berbagai bentuknya. Bab III mengatur pembatasan, bagaimana pembatasan hak berpendapat dan berekspresi ini dilakukan dengan cara-cara yang legal, proporsional dan terukur. Bab selanjutnya ada penegakan hukum, di dalamnya kami tuliskan praktek prakter penegakan hukum terkait dengan pembatasan KBB, dan terakhir ialah kewenangan Komnas HAM sebagai lembaga yang diberikan mandat untuk mendorong terwujudnya situasi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM,” kata Mimin.

Pada kesempatan kali ini, Mimin menjelaskan berbagai cakupan yang tertuang pada SNP Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, salah satunya terkait pidato dan ekspresi politik. Di dalam SNP, ditegaskan bahwa setiap orang berhak untuk menyampaikan pidato dan ekspresi politiknya baik secara praktis maupun umum. Dan berbagai bentuk ancaman, intimidasi, kekerasan hingga diskriminasi terhadap pidato politik tersebut dilarang dan dapat ditindak sesuai ketentuan hukum. Namun, dalam hal ini, ekpresi politik pun memilki batasannya, yakni tidak boleh mengandung hasutan, kebencian, dan diskriminasi.

Mimin turut membahas mengenai ekspresi seni, dalam hal ini ekspresi seni merupakan hak atas kebebasan untuk berimajinasi, menciptakan dan mendistribusikan ekspresi budaya dan harus bebas dari sensor pemerintah, campur tangan politik atau tekanan dari aktor-aktor non negara. Cakupan dari kebebasan artistik atau ekspresi seni meliputi hak mencipta tanpa sensor dan intimidasi, hak mempunyai kerja seni yang didukung, disebarluaskan dan dihargai, hak sosial dan ekonomi, serta hak berpartisipasi dalam kehidupan budaya.

“Untuk ekspresi seni, seperti yang sedang hangat dibicarakan terkait mural, banyak bertebaran mural. Dan kita senang dengan sikap yang diambil oleh Mabes Polri yang akhirnya menyatakan mural yang ada di daerah Tangerang itu adalah bentuk kebebasan berekspresi,” ujar Mimin

Lebih lanjut, Mimin juga membahas mengenai cakupan lainya, yakni Ekspresi Keagamaan, Ekspresi Simbolis, Hak Atas Perlindungan Data Pribadi, Kebebasan Pers, Hak Atas Internet, Hak atas Informasi dan Informasi Publik, Kebebasan Akademik, Hak - Hak Keistimewaan. Di dalam cakupan Hak atas Internet, Mimin menjelaskan bahwa karena internet sangat penting untuk pembangunan dan pelaksanaan hak asasi manusia, maka pemutusan akses internet tidak diperbolehkan, karena tidak sesuai dengan Pasal 19 ayat (2) Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.

“Terkait akses internet, yang dapat dibenarkan adalah pembatasan, bukan pemutusan. Jadi, pembatasannya itu, harus melalui kontrol akses yang lagitimate, dasar hukum yang kuat, berdasar pada urgensi dan tidak sewenang-wenang,” kata Mimin

Respons Pemerintah, Polri, dan Masyarakat Sipil

Pada kesempatan itu, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, mengapresiasi dan menyambut baik adanya SNP Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi. “Agar pemerintah, aparat hukum maupun masyarakat luas memahami terkait substansi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi,” ujar Usman.

Usman Kansong menjelaskan bahwa perkembangan teknologi digital semakin meningkat, dan hal tersebut menjadi sarana bagi masyarakat untuk mengekspresikan pendapatnya. Namun, terkadang ekspresi pendapat yang diutarakan di media sosial kerap kali memunculkan disinformasi atau hoax. Oleh karena itu, Usman menyadari perlunya aturan ataupun pengaturan yang berhati-hati.

 “Kebebasan berpendapat dan berekspresi itu ada batasannya, pembatasan ini diatur bukan untuk mengekang masyarakat untuk berpendapat dan berekspresi. Namun, untuk mengatur agar kebebasan tersebut berjalan secara bertanggung jawab. Kita mengapresiasi karena SNP ini akan membentuk kesamaan persepsi antara masyarakat dan pemerintah, termasuk penegak hukum. Semoga, dengan adanya SNP ini akan terbentuk persepsi yang sama antara pemerintah dan masyarakat,” ucap Usman.

Kepala Biro Pengawasan Penyidikan Bareskrim Polri, Brigjen. Pol. Iwan Kurniawan turut mengapresiasi hadirnya SNP Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi. Menurutnya, adanya SNP ini sangat penting. Karena dapat menjadi pedoman bagi penegak hukum, terutama anggota Polri yang memiliki tugas untuk memproses penegakan hukum. Selain itu, SNP Kebebebasan Berpendapat dan Berekspresi juga  dapat mengakomodir kondisi masyarakat Indonesia.

“Saya sangat mengapresiasi diterbitkannya SNP Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi. Karena SNP ini menurut kami khususnya di Kepolisian sangat penting sekali. Selain itu, saya melihat dalam SNP ini mencakup berbagai hal, salah satunya dapat mengakomodir situasi dan kondisi masyarakat kita yang majemuk. Karena, dalam masyarakat majemuk ini, sangat berpotensi sekali terjadinya suatu konflik,” kata Iwan.

Menurut Iwan, di dalam masyarakat majemuk ini ada tiga sistem yang berlaku, pertama sistem nasional, kedua sistem kesukubangsaan, ketiga sistem-sistem di tempat umum atau ruang publik. Dalam ruang publik tersebut, sering muncul stereotip yang akhirnya menimbulkan satu konflik yang berdasarkan identitas sosial. Tidak sedikit dari konflik tersebut berujung pada suatu tindakan yang masuk pada klasifikasi kerusuhan, dan ini menjadi tugas Kepolisian untuk melakukan pengamanan maupun penegakan hukum.

“Oleh karena itu, saya melihat SNP ini sudah mengakomodir terkait masalah perlindungan-perlindungan bebebasan berpendapat dan berekspresi di masyarakat kita,” ucap Brigjen. Pol Iwan Kurniawan.

Direktur Eksekutif SAFENet, Damar Juniarto menganggap bahwa SNP Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi memiliki banyak manfaat, salah satunya ialah dapat mengikis kebingungan penyelenggara negara dan aparat penegak hukum terkait HAM. “SNP Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dapat menerobos kebuntuan yang selama ini terjadi, SNP ini juga menghadirkan pedoman interpretasi perspektif HAM, mengikis kebingungan penyelenggara negara dan aparat penegak hukum dalam hal mana yang harus dilindungi, dan yang harus dibatasi. SNP ini menumbuhkan harapan bahwa pelanggaran hak berekspresi dan berpendapat berkurang di kemudian hari.  Selain itu, kepatuhan kepada SNP dapat menjadi tolak ukur keseriusan negara dalam menjaga demokrasi dari ancaman kemunduran atau regresi dan otoritarianisme. SNP ini juga berkarakter inovatif, progresif dan relevan,” kata Damar.

Penulis : Annisa Radhia

Editor : Banu Abdillah

Short link