Kabar Latuharhary

SNP Hak atas Kesehatan, Instrumen Pemantauan Penanggulangan Covid-19


Kabar Latuharhary  Komnas HAM melalui Tim Pemantauan Penanggulangan  Covid-19 akan melakukan pengamatan atas situasi dan kebijakan penanggulangan Covid-19. Berdasarkan hal tersebut, tim bentukan hasil Sidang Paripurna Komnas HAM ini melakukan focus group discussion (FGD) dengan Tim Penyusun Standar Norma dan Pengaturan Hak atas Kesehatan (SNP Hak atas Kesehatan) Komnas HAM menentukan instrumen pemantauan pada Jumat (24/09/2021).

Ahmad Taufan Damanik selaku ketua tim mengungkapkan Tim Pemantauan Penanggulangan Covid-19 perlu menggali pokok-pokok penting dalam SNP Hak atas Kesehatan yang nantinya dijadikan sebagai instrumen pemantauan.
 
Taufan berharap nantinya hasil pemantauan tim dan SNP Hak Atas Kesehatan menjadi rujukan bagi institusi kesehatan misalnya Kementerian Kesehatan maupun lembaga ikatan profesi kesehatan seperti IDI untuk membenahi layanan kesehatan secara fundamental. Hal ini karena pandemi Covid-19 membuka kelemahan sistem kesehatan nasional.

Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM RI Amiruddin Al Rahab menambahkan bahwa penyusunan indikator pemantauan penting untuk memastikan agar temuan tim bisa terukur. Ia juga menggarisbawahi dinamika yang berkembang terkait jaminan kesehatan publik yang dilakukan pemerintah diantaranya pelaksanaan vaksin secara nasional.

Menanggapi hal tersebut, Plt. Kepala Biro Dukungan Pemajuan HAM Mimin Dwi Hartono yang merupakan salah satu penyusun SNP Hak atas Kesehatan mengusulkan agar tim pemantauan fokus pada lima indikator dalam menilai pemenuhan hak atas kesehatan, yakni aspek ketersediaan, keterjangkauan, aksesibilitas, keberterimaan, dan kualitas.

Ketersediaan obat-obatan, pelayanan kesehatan yang mudah diakses publik, pelayanan harus diterima oleh etika medis dan sesuai secara budaya misalnya, dan tentunya fasilitas kesehatan dan obat yang diberikan dalam kualitas yang baik, ucap Mimin memberikan contoh penerapan indikator tersebut.
 
Tidak hanya itu, tim pemantauan untuk memperhatikan kelompok-kelompok rentan dalam situasi darurat seperti para penderita penyakit menular; petugas dan pekerja kesehatan termasuk pula keluarganya; warga binaan khususnya yang rentan seperti lansia, ibu hamil, anak; orang dengan gangguan jiwa; dan pekerja kemanusiaan.

Selain itu, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Sandrayati Moniaga memberikan catatan agar tim juga fokus kepada tata kelola kebijakan penanganan Covid-19. Menurutnya tata kelola kebijakannya masih belum memadai dan bersifat trial dan eror. 

Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM Munafrizal Manan pun menyetujui saran Sandra. Saat ini penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah lebih bersifat eksperimen dan secara hukum juga lemah, apalagi penggunaan anggaran untuk penanggulangannya sudah besar sekali, imbuhnya.

Tidak hanya itu, Munafrizal Manan  juga merasa Komnas HAM perlu memperjelas standing point terkait vaksin dari aspek hak asasi manusia. Hal ini dikarenakan setiap negara membelakukan vaksin secara berbeda, ada yang mewajibkannya dan ada yang tidak mewajibkan vaksin terlebih dahulu sebelum melakukan perjalanan misalnya.

Taufan merespons masukan-masukan tersebut, dan menurutnya segala masukan tersebut akan diolah oleh tim pemantauan. Pada akhir diskusi Taufan menanggapi masukan dari Rizal terkait standing point Komnas HAM terhadap vaksin, dengan tegas Taufan berkata bahwa memang Komnas HAM belum memberikan standing point-nya, namun Komnas HAM sepakat bahwa vaksinasi adalah hak setiap orang, sehingga pemerintah harus memenuhinya tanpa diskriminatif. (AR-AAP/MDH)
Short link