Kabar
Latuharhary – Pemerintah daerah (pemda) dalam hal ini pemerintah kota/kabupaten
dinilai memiliki peran strategis sebagai aktor utama atau ujung tombak bagi
penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM). Peran
strategis tersebut belum mampu dilaksanakan secara optimal karena pemda masih
banyak melakukan pelanggaran HAM. Menurut data yang dimiliki Komnas HAM, pemda
berada diurutan ketiga teratas sebagai pihak yang paling banyak diadukan.
Komisioner
Pengkajian dan Penelitian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Republik Indonesia (RI) Sandrayati Moniaga menyampaikan poin tersebut saat memberikan
sambutan dan menyampaikan materi presentasinya pada webinar Mewujudkan
Pontianak sebagai Kota HAM: “Memperkokoh Toleransi dan Mewujudkan Kehidupan
yang Harmonis”. Webinar daring tersebut diselenggarakan oleh Komnas HAM RI,
Rabu, 23 Maret 2022.
Sandra
– sapaan akrab Sandrayati Moniaga -- menyampaikan bahwa sesuai peraturan
perundang-undangan, kebijakan serta perkembangan ditingkat nasional dan internasional
penghormatan, pelindungan dan pemenuhan HAM adalah kewajiban negara sebagai pemangku
kewajiban, sementara pemangku hak adalah masyarakat. “Di Indonesia yang paling
penting bahwa kewajiban negara ini dimuat di dalam konstitusi kita atau Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945 Pasal 28. Kewajiban negara tidak hanya pada pemerintah pusat,
tetapi juga ada pada pemerintah daerah, terlebih setelah adanya otonomi daerah,”
kata Sandra.
Sandra
kemudian mengaitkan gambaran kerja-kerja Komnas HAM dalam mendukung upaya
pengembangan Kabupaten/Kota HAM. Menurutnya, Komnas HAM telah bekerja sama
dengan masyarakat sipil dan pemerintah untuk mengembangkan Kabupaten/Kota HAM
sejak tahun 2014. Diawali dengan beberapa konferensi yang dilanjutkan dengan
kegiatan di beberapa kota dan kabupaten sejak saat itu.
“Ada
beberapa dokumen yang bisa dipelajari, kami telah bekerja bersama dengan banyak
kabupaten/kota. Ada kertas posisi, koordinasi dan konsolidasi dengan pemerintah
daerah, dan pemerintah pusat. Kami intens bekerja sama dengan Kantor Staf
Presiden (KSP) untuk terus mengawal kampanye Kabupaten/Kota HAM. Untuk yang
terbaru selama tiga tahun terakhir kami telah menyusun Standar Norma dan
Pengaturan (SNP),” tutur Sandra.
SNP
sebagaimana diungkapkan Sandra, memuat beberapa isu HAM. SNP disusun melalui
kajian yang melibatkan anggota serikat pengajar HAM serta aktivis yang juga
mendalami konsep-konsep HAM secara serius. SNP ini diharapkan dapat menjadi
rujukan dalam penyusunan kebijakan dipusat dan daerah. Selain dapat menjadi
rujukan bagi aparat penegak hukum, juga dapat menjadi rujukan bagi masyarakat
sipil untuk memahami bagaimana hak asasi itu seharusnya dimplementasikan dan dipenuhi.
Lebih
lanjut, terhadap Pemerintah Kota Pontianak, Sandra memberikan catatan
positifnya. Menurutnya, Kantor Perwakilan Komnas HAM Kalimantan Barat
(Pontianak) telah mengalami perkembangan yang positif sejak dibentuk pada tahun
2000. Terkait kondisi Kota Pontianak, Sandra juga memberikan apresiasi yang
positif. “Saya melihat Kota Pontianak memiliki banyak kekuatan dan potensi.
Saya mengenal Pontianak sejak tahun 1990-an, sampai sekarang saya masih sering
berkunjung dan melihat banyak kemajuan di Pontianak. Salah satu yang menarik,
Pontianak terus mencoba mengejar pendidikan yang inklusif untuk anak-anak
penyandang disabilitas. Kita tahu, ada masjid dan gereja yang berdampingan di
Jeruju. Ini salah satu hal yang menarik sekali. Kemudian Pontianak juga sedang
menyiapkan perda (peraturan daerah) tentang toleransi. Saya lihat proses-proses
yang berkembang semakin positif,” ungkap Sandra.
Pada
akhir acara, Sandra mengungkapkan optimismenya serta memberikan dukungan untuk
mewujudkan Kota Pontianak sebagai Kota HAM. “Saya sangat optimis bahwa Kota
Pontianak nantinya betul akan menjadi kota yang membahagiakan bagi warganya.
Kami mendukung sepenuhnya upaya pemerintah kota, warga semua yang memang berkomitmen
mewujudkan Pontianak sebagai kota yang menghormati, melindungi, dan memajukan
HAM. Mari bersinergi, bersemangat, dan mumpung kami punya kantor perwakilan,
ini bisa mempermudah,” tutur Sandra.
Dalam
acara tersebut, semangat dan komitmen untuk terus mengawal dan mendukung
Pontianak menjadi Kota HAM juga disampaikan oleh Walikota Pontianak Edi Rusdi
Kamtono dan Wakil Ketua DPRD Pontianak Firdaus Zar'in.
Edi
Rusdi Kamtono menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Pontianak terus berkomitmen
untuk menjadikan Kota Pontianak layak sebagai kota tempat hunian bagi warganya
serta ramah HAM. “Tentu menjadi kewajiban pemerintah kota untuk menjadikan Pontianak
sebagai Kota HAM berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
didukung dengan regulasi-regulasi yang dibangun bersama DPRD untuk mem-backup
Kota HAM tersebut,” ucap Edi Rusdi Kamtono.
Sedangkan
menurut Firdaus Zar’in bahwa dalam rangka mewujudkan Pontianak sebagai Kota
HAM, pada dasarnya Pontianak sudah melakukan sesuatu yang konkret dan
dituangkan dalam berbagai program dan kegiatan. “Pemerintah Kota Pontianak
memiliki tanggung jawab atau kewajiban dalam penghormatan, pelindungan, dan
pemenuhan HAM warganya. Kami di DPRD memiliki kewenangan terhadap fungsi
anggaran dan pengawasan. Kami selalu mengawal setiap kebijakan anggaran yang
dihasilkan dalam pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), guna mewujudkan
hak-hak masyarakat,” tutur Firdaus Zar’in.
Dalam
kegiatan ini, hadir pula pemateri lainnya yang turut memberikan penguatan-penguatan
bagi upaya mewujudkan Pontianak sebagai Kota HAM. Di antaranya, akademisi dari
Untan (Universitas Tanjungpura) Syarifah Ema Rahmaniah, Koordinator Bidang
Riset dan Advokasi Yayasan Suar Asa Khatulistiwa (SAKA) Ningsih Sepniar Lumban
Toruan.
Acara
ini dengan apik dimoderasi oleh Nelly Yusnita Kepala Kantor Perwakilan Kalimantan
Barat Komnas HAM RI. Turut hadir Plt. Kepala Biro Dukungan Pemajuan HAM Mimin
Dwi Hartono, Plt. Koordinator Bidang Dukungan Penyuluhan Rusman Widodo, serta
unit kerja Komnas HAM RI terkait lainnya. Sebagai peserta, hadir pula beberapa
perwakilan anggota DPRD Kota Pontianak dan Pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Penulis:
Niken Sitoresmi.
Editor:
Rusman Widodo.
Short link