Kabar Latuharhary

Masyarakat Mengusulkan SNP Anti Diskriminasi

Kabar Latuharhary - Komnas HAM, diwakili Komisioner Pengkajian dan Penelitian, Sandrayati Moniaga melakukan dialog bersama dengan Crisis Response Mechanism (CRM) konsorsium yang terdiri dari 5 (lima) organisasi dan berfokus pada koordinasi serta mobilisasi sumber daya terkait pencegahan dan penanganan krisis bagi kelompok marginal-minoritas gender dan seksual. Dialog yang dilaksanakan melalui Zoom Meeting pada Senin, 5 September 2022 ini membahas terkait dengan potensi terbentuknya Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Anti-Diskriminasi yang Komprehensif.

Sandrayati yang didampingi Plt. Kepala Biro Dukungan Pemajuan HAM, Mimin Dwi Hartono, Analis Kebijakan, Ono Haryono dan beberapa staf Bidang Pengkajian dan Penelitian serta Bidang Pendidikan dan Penyuluhan menyampaikan bahwa SNP adalah kerja dari Biro Dukungan Pemajuan HAM, khususnya Bagian Pengkajian dan Penelitian. Namun dalam prosesnya terutama dalam diseminasi, dilakukan kerjasama dengan Bidang Pendidikan dan Penyuluhan.

Dalam dialog, Riska Carolina menjelaskan CRM sudah pernah mengadakan pertemuan kelompok rentan yang dihadiri oleh 63 organisasi. Diskriminasi tidak bisa dilepaskan dari Kelompok Rentan, penelitian menjelaskan kerentanan dibagi menjadi 4 (kerentanan fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan). CRM merasa penting untuk membuat SNP mengenai Anti-Diskriminasi yang komprehensif, mengingat norma dan peraturan mengenai diskriminasi terakomodir dalam hukum nasional dan internasional yang diratifikasi Indonesia. Namun sayangnya, dengan beragamnya peraturan yang menjelaskan mengenai diskriminasi, belum ada penjabaran praktis dan implementatif mengenai tujuan, batasan, prinsip dll mengenai makna anti-diskriminasi yang komprehensif. Oleh karenanya, dibutuhkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) untuk memperkuat Undang-Undang yang sudah ada saat ini.


“Indonesia telah memiliki padanan hukum tentang kelompok rentan. Frasa kelompok rentan ini hadir di Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Namun, pengelompokan kelompok rentan dibatasi hanya ke kelompok lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, perempuan hamil dan penyandang cacat. Permasalahan yang ada terkait kebijakan tentang Kelompok Rentan saat ini di Indonesia antara lain peraturan yang terpisah-pisah, ada penyebutan identitas namun tidak diakui kerentanannya, inkonsistensi Bahasa, serta diatur namun dianggap orang bermasalah dan menyimpang,” jelas Riska.

Sandra kemudian menyampaikan apresiasi terhadap CRM yang telah mengusulkan disusunnya SNP Anti-Diskriminasi dan mengirimkan dokumen-dokumen pendukungnya. Komnas HAM juga menyampaikan apresiasi terhadap penerimaan CRM atas SNP yang telah disusun Komnas HAM. “Usulan dari teman-teman ini mengamini bahwa SNP ini memang kita perlukan di Indonesia. Begitu banyaknya kekosongan hukum, ketidakpastian hukum, keragaman interpretasi tentang konsep hak asasi manusia dan berbagai tindakan-tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat akibat dari persoalan substantif ini,” tegas Sandra.

Lebih lanjut, Sandra menyampaikan bahwa periodisasi komisioner Komnas HAM akan berakhir pada akhir tahun ini sehingga usulan ini bisa diusulkan kepada komisioner yang akan datang. Sandra pun berkomitmen akan turut serta membantu dalam proses penyampaian usulan ini nantinya. Menurutnya, bahan yang disampaikan oleh CRM sudah cukup komprehensif dan sangat bermanfaat bagi tim Komnas HAM.

Mimin Dwi Hartono pun turut menyampaikan terima kasih atas apresiasi CRM terhadap salah satu produk dari Komnas HAM yaitu SNP yang telah menjadi program Prioritas Nasional sejak 2019. Komnas HAM sudah menerbitkan 9 (Sembilan) SNP dan ada 2 (dua) SNP yang akan segera disahkan yaitu SNP hak atas tempat tinggal yang layak dan SNP tentang anti penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia. “Tanggapan terhadap SNP sangat positif dari berbagai kalangan, baik dari Kementerian/ Lembaga, Pemda dan Masyarakat Sipil. Memang dibutuhkan dokumen semacam SNP ini, karena selama ini tidak ada dokumen serupa sehingga sangat dibutuhkan untuk menjawab problematika hak asasi manusia serta bagaimana menjelaskan dan menjadikan SNP ini sebagai panduan,” jelas Mimin.

Lebih dari itu, Mimin menyampaikan Komnas HAM dalam menyusun SNP tentunya selalu menerapkan prinsip partisipatif, non diskriminasi, transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan SNP. Komnas HAM sangat terbuka terhadap masukan dari berbagai kalangan. “Terkait materi yang disampaikan oleh CRM memang belum secara khusus diatur dalam SNP. Dalam SNP nomor 1 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis memang baru terbatas terkait diskriminasi ras dan etnis, namun secara pendefinisian diskriminasi, bentuk-bentuknya, pola-polanya sebenarnya ada di situ. Tinggal dijabarkan dalam kelompok-kelompok khusus, misalnya SOGIE dan LGBTQ,” tegasnya.

Ia pun berharap CMS bisa menjadi salah satu pihak yang turut mendorong pembahasan SNP, sehingga SNP menjadi sangat relevan dijadikan salah satu instrumen untuk melakukan pengukuran dan mendorong perubahan regulasi sehingga menjadi sejalan dengan hak asasi manusia.

 

Penulis : Utari Putri Wardanti

Editor : Liza Yolanda

 

Short link