Kabar Latuharhary

Komnas HAM Soroti Empat Isu dalam RKUHP

Jakarta-Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menimbulkan polemik di masyarakat. Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro ikut menyoroti KUHP dari perspektif HAM.


“Apakah KUHP ini nantinya dapat menciptakan suatu kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM? Dan yang kedua, apakah KUHP yang baru nanti akan meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM?", ujar Atnike saat menjadi narasumber Diskusi Akhir Tahun: "Kupas Tuntas Pasal-Pasal Kontroversi KUHP" yang diselenggarakan secara daring oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Selasa (27/12/2022).


Dalam KUHP, menurut Atnike, terdapat empat isu yang banyak disorot oleh masyarakat. “Yang pertama, bagaimana mandat dari Komnas HAM untuk menjadi penyelidik lembaga yang melakukan pelanggaran HAM berat. Yang kedua, terkait hukuman mati. Yang ketiga, terkait kebebasan berekspresi. Yang keempat, kebebasan beragama,” jelasnya.


Atnike mencermati ditariknya pasal dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ke dalam KUHP. “Mengubah besarnya hukuman maksimum dan minimum terhadap terpidana yang melakukan atau terdakwa yang diduga melakukan pelanggaran HAM yang berat. Yang tadinya 10 tahun di dalam Undang-undang 26, sekarang paling rendah hanya 5 tahun,” ujarnya.


Selanjutnya, Atnike mengatakan KUHP juga menghilangkan prinsip atau konsep tanggung jawab komando atau tanggung jawab atasan yang ada di dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. “Nanti pembuktian terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat itu nanti sulit sekali. Yang akan menjadi terdakwa atau terpidana nantinya akan lebih banyak pada pelaku-pelaku di tingkat lapangan. Padahal dalam berbagai kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM yang berat itu merupakan tindakan yang melibatkan sistem atau organisasi atau jenjang komando kebijakan dari atasan,” teranynya.


Penerapan hukuman mati turut menjadi perhatian. Atnike menyinggung dalam hukum HAM internasional, hak atas hidup termasuk hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.


“KUHP sebetulnya masih kurang dalam memastikan hak atas hidup karena masih ada pidana hukuman mati,” ucap Atnike. Namun pengaturan terkait pidana hukuman mati tidak lagi menjadi pidana pokok. Hukuman mati menjadi pilihan terakhir dalam bentuk pemidanaan. Contohnya, dalam KUHP yang baru penerapan pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup.


Lebih lanjut, Atnike juga menyinggung pasal yang mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi. “Pasal terkait penyerangan kehormatan atau harkat martabat presiden dan atau wakil presiden, pasal mengenai makar, pasal penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara, penghinaan terhadap golongan penduduk, lalu pasal demonstrasi atau berkumpul di tempat umum tanpa pemberitahuan, mengenai berita bohong, pasal penghinaan orang, pasal-pasal ini rentan mengancam kebebasan berekspresi,” tutur Atnike.


Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah disahkan dalam Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 (6/12/2022). 


Atnike berharap dalam tiga tahun ke depan, pemerintah mampu menyusun peraturan yang akan memperjelas aturan-aturan di dalam KUHP untuk memastikan KUHP mengatur perlindungan, pemajuan dan penegakan HAM. (AM/IW)
Short link