Kabar Latuharhary

Pentingnya Penanganan Kasus Perdagangan Orang Berspektif HAM


Latuharhary- Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih menjadi persoalan serius di Indonesia, namun penanganannya belum berbasis hak asasi manusia.

"UU TPPO sampai hari ini belum bisa memberikan jaminan perlindungan hak kepada korban dalam hal ini hak atas restitusi. Penting karena ini merupakan aspek pemulihan dan menjamin ketidakberulangan. Hak atas restitusi dapat menjadi safeguard bagi para korban untuk melakukan pemberdayaan ekonomi," jelas Koordinator Sub Komisi Pemajuan HAM Anis Hidayah saat menjadi narasumber dalam Live Talkshow #BerbagiHarapan yang diselenggarakan oleh Katolikana TV dengan topik "Mafia Perdagangan Orang dan Serangan pada Romo Paschal" melalui YouTube, Senin (27/3/2023).

Jaminan perlindungan hak-hak melalui pendekatan berbasis hak asasi manusia belum terwujud, lantaran TPPO masih dianggap isu sektoral. TPPO kerap dikategorikan sebagai isu ketenagakerjaan, isu perempuan saja atau isu anak.

“Belum dipandang isu hak asasi manusia sehingga pendekatan yang digunakan (mestinya) menggunakan pendekatan hak asasi manusia," ungkap Anis.

Komnas HAM menerima aduan kasus TPPO sepanjang 2020-2022 sebanyak 164 kasus pekerja migran. Beberapa isu aduan tentang TPPO, undocumented migrant workers, akses terhadap keadilan, permohonan pemulangan, dan pekerja migran korban scamming (penipuan) di Asia Tenggara. Aduan kasus ini banyak terjadi di Arab Saudi, Kamboja hingga Thailand.

"Saat ini kami sedang lakukan kajian yang komprehensif untuk memotret sejauh mana efektivitas tanggung jawab Negara dalam melakukan upaya mengimplementasikan kebijakan terkait TPPO baik di level nasional, regional maupun internasional dari segi penegakan hukum, pemenuhan hak korban, pemulihan, reintegrasi dan lain-lain,” jelas Anis.

Komnas HAM juga bekerja sama dengan Komisi Nasional HAM di tingkat regional Asia Tenggara dengan SUHAKAM Malaysia, CHRP Filipina, dan NHRCT Thailand untuk upaya mengintervensi persoalan TPPO sesuai kewenangan dan mandat.

Sejak dua tahun terakhir, berdasarkan pengamatan Anis, ribuan pekerja migran menjadi korban TPPO dalam bentuk penipuan di berbagai negara di Asia. Salah satu modusnya melalui ruang digital atau media sosial untuk merekrut korban. 

Anis juga mengamati belum ada upaya serius pemerintah dalam menanggulangi hal tersebut. Ia mengusulkan Kementerian Kominfo melakukan upaya untuk meningkatkan edukasi dan literasi digital publik tentang TPPO yang saat ini masih minim.

“UU TPPO sudah berumur lima belas tahun sejak 2007, sudah saatnya direviu IOM (International Organization for Migration) yang melakukan legal review apakah dapat menjawab tantangan perkembangan TPPO yang terjadi hari ini,”jelas Anis.

Selain Anis, narasumber dialog ini Roos Diana Iskandar (Asisten Deputi PHP dan PP Kemenko PMK), dan Gregorius R Daeng (Aktivis Anti Perdagangan Orang). (AAP/IW)
Short link