Kabar Latuharhary

Komnas HAM Advokasi Bersama Mitra Kerja Bagi Pengakuan Masyarakat Adat Punan Dulau

Bulungan-Komnas HAM berkomitmen memastikan pelindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat dengan berbagai upaya. Salah satunya membangun sinergi dengan para mitra melalui upaya advokasi bersama.

“Advokasi bersama menjadi penting dalam rangka percepatan pengakuan masyarakat adat. Perlu memetakan siapa pihak strategis yang perlu diajak, baik di pusat maupun daerah,” ucap Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah dalam Diskusi Multi Pihak membahas rencana tindak lanjut pasca studi lapangan ke Punan Dulau di Luminor Hotel, Bulungan, Kalimantan Utara, Jumat (9/6/2023).

Upaya advokasi bersama secara spesifik menilik strategi atas tujuh kasus dalam Inkuiri Nasional Komnas HAM yang telah mendapatkan penetapan hutan adat. Dalam Inkuiri tersebut, Komnas HAM mengangkat 40 studi kasus pelanggaran hak-hak masyarakat adat atas wilayahnya di kawasan hutan.

Komnas HAM kali ini memilih Masyarakat Adat Punan Dulau sebagai area advokasi untuk mengakselerasi proses pengakuan. “Sebagai satu referensi advokasi, dapat dilihat wilayah mana yang sudah berhasil. Kunci strategi bisa digunakan. Bagaimana strategi dari tujuh kasus itu bisa diterapkan di Punan Dulau,” terang Anis.

Anis berharap, advokasi yang dilakukan bersama Perkumpulan HuMA Indonesia, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Padi Indonesia, dan Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bulungan tidak hanya berhenti sampai keluarnya SK Pengakuan atas Masyarakat Adat Punan Dulau. Ia mendorong advokasi bersama terus dilakukan sampai adanya penetapan hutan adat Punan Dulau.



Komisioner Pengkajian dan Penelitian sekaligus Ketua Tim Agraria Komnas HAM Saurlin P Siagian menyampaikan dua strategi dalam mendorong percepatan pengakuan masyarakat adat melalui sejumlah audiensi dengan beberapa mitra kerja, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Pertama, mendorong sesegera mungkin KLHK mengeluarkan SK pencadangan hutan adat. Komnas HAM memiliki komitmen dengan KLHLK. Saat ini, kami sedang membangun kolaborasi yang sangat baik untuk mengurus rekomendasi inkuiri,” jelas Saurlin.

Advokasi dengan KLHK untuk memastikan kehadiran negara di tengah khawatiran yang dirasakan Masyarakat Adat Punan Dulau. “Jika ada SK pencadangan, fungsi negara bisa berfungsi di sana,” tegasnya. Aksesibilitas terhadap pendidikan, kesehatan, dan listrik yang masih belum terjangkau oleh masyarakat adat juga membutuhkan perhatian khusus.

Strategi kedua, menurut Saurlin, melalui advokasi kepada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) yang bertanggung jawab atas proses verifikasi untuk mendapatkan pengakuan masyarakat adat. “Dalam melakukan advokasi dengan DPMD perlu menentukan siapa melakukan apa, dimana. Butuh skill tersendiri untuk mendekati DPMD. Dua skenario ini merupakan upaya kita bersama,” jelasnya.



Dalam melakukan berbagai advokasi, Saurlin menekankan untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian untuk memastikan pelindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat, khususnya Masyarakat Adat Punan Dulau. “Menyelamatkan warga Punan Dulau menjadi tugas kita bersama. Menyelamatkan mereka juga menyelamatkan hutan,” tegas Saurlin.

Diskusi ini dihadiri pula oleh Perkumpulan Lingkar Hutan Lestari (PLHL), Dinas Kehutanan Kab. Bulungan, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bulungan dan Tarakan. (AM/IW)
Short link