Kabar Latuharhary

Peran Komnas HAM Membuka Ruang Kebebasan Sipil

Jakarta-Pemerintah Indonesia masih punya banyak tugas terkait pemenuhan hak kebebasan sipil, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial masyarakat. Komnas HAM mempunyai peran besar untuk mewujudkan implementasi kebebasan sipil secara komprehensif.
   
“Dalam merawat kebebasan sipil, Komnas HAM memiliki tanggung jawab untuk mendorong situasi HAM yang kondusif dan memastikan pemenuhan HAM,” tutur  Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro ketika menjadi penanggap dalam Diskusi Publik Konferensi Nasional Kebebasan Sipil 2023 bertema “25 Tahun Merawat Kebebasan”, Rabu (26/7/2023).

Berdasarkan laporan Komnas HAM RI ditemukan 4 (empat) konsep terkait kebebasan sipil, yaitu partisipasi dalam pembuatan kebijakan, kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul serta akses terhadap informasi. 

“Selain keempat konsep tersebut, ada konsep pembela HAM yang melekat. Orang orang yang bertindak dalam upaya memperjuangkan kebebasan sipil itu adalah pembela HAM,”jelas Atnike.

Kebebasan sipil sudah dijamin dengan landasan hukum, termasuk Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik pada level konstitusi dan Undang-Undang. Ironisnya, masih banyak kebebasan sipil yang terancam.

Beberapa sumber ancaman kebebasan sipil tersebut adalah kebijakan yang sering bertentangan, persekusi warga sipil, aparat negara, serta korporasi.  Sedangkan isu yang banyak menjadi ancaman bagi kebebasan sipil, yaitu Papua, Kasus 1965, aktivitas korporasi, serta isu kelompok minoritas/marjinal. 

Peran Komnas HAM dalam kebebasan sipil, antara lain dengan menerima pengaduan dan melakukan pemantauan, melakukan pengamatan situasi (monitoring), serta memberikan rekomendasi kebijakan kepada negara.


Komnas HAM, lanjut Atnike, seharusnya bisa menjadi jembatan pengingat kepada negara untuk tidak membatasi ruang sipil tetapi juga menjadi semacam mediator masyarakat sipil untuk independen dan memiliki hak kebebasan berekspresi secara bersama. 


Dalam konteks kebebasan sipil Komnas HAM telah menyusun tiga Standar Norma dan Pengaturan (SNP), yaitu SNP Kebebasan Berekspresi, SNP Kebebasan Berkumpul dan Berorganisasi, serta SNP Pembela HAM. 

Diskusi yang diselenggarakan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera ini juga menghadirkan narasumber lain , yaitu Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial FH UGM Herlambang P. Wiratraman yang menyampaikan paparan kunci, Anggota DPR RI  Luluk Nur Hamidah,  Pengajar STH Indonesia Jentera Asfinawati, Pendiri Lokataru Foundation Haris Azhar, serta Fajri Nursyamsi Deputi Direktur Eksekutif PSHK. (SP/IW)

Short link