Ambon – Tim Sekolah Ramah HAM (SRHAM) yang dipimpin oleh Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan, Putu Elvina melakukan Penyuluhan Sekolah Ramah HAM (SRHAM) kepada 100 (seratus) tenaga pendidik tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK di Kota Ambon. Penyuluhan itu digelar di Hotel Santika, Kota Ambon pada Rabu dan Kamis, 05 - 06 Juni 2024.
Penyelenggaraan Penyuluhan SRHAM ini dibantu oleh Komnas HAM Kantor Perwakilan Provinsi Maluku. Dalam kesempatan itu, Kepala Biro Dukungan Pemajuan HAM, Esrom Hamonangan hadir memberikan sambutan bersama Kepala Bidang Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku, Wilco G. Hukom dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Ambon, F.F. Tasso.
Selama 2 (dua) hari itu, penyuluhan SRHAM menyoroti isu-isu krusial seperti penerapan konsep sekolah inklusi, pemindahan guru ASN, peran keluarga dalam pendidikan serta tantangan aksesibilitas pendidikan dan kurangnya sarana pendidikan di daerah terpencil. Para peserta juga menyoroti akses pendidikan yang merata bagi semua orang tanpa adanya diskriminasi. Isu perlindungan terhadap tenaga pendidik dalam menghadapi kasus kekerasan juga diangkat dan direspon oleh narasumber.
Penyuluhan Konsep SRHAM berangkat dari pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim yang mengatakan bahwa terdapat tiga dosa besar dalam dunia pendidikan. Ketiga dosa tersebut yaitu intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan. Menurut Nadiem, tiga dosa besar dalam pendidikan tersebut sangat mempengaruhi tumbuh kembang peserta didik. Selain itu, dosa besar tersebut dapat mempengaruhi keputusan-keputusan yang akan diambil peserta didik untuk menggapai cita-citanya.
Perundungan atau bullying merupakan tindakan kekerasan terhadap anak sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Dan dalam UU tersebut, bullying termasuk sebagai tindak pidana. Sekolah maupun tenaga pendidik, baik guru hingga kepala sekolah terancam dikenai sanksi bila terbukti melakukan pembiaran terhadap tindak kekerasan yang terjadi di sekolah. Hal Ini sesuai juga dengan aturan yang diberlakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Saat ini telah diterbitkan peraturan Menteri yang khusus mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan yaitu, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP). Peraturan ini merupakan langkah baik yang telah diupayakan oleh negara dalam menangani masalah perundungan dalam satuan pendidikan. Aturan yang dituangkan dalam Permendikbud tersebut mendorong agar sekolah, dan terutama pemerintah daerah melakukan upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan.
Tindakan kekerasan di sekolah merupakan salah satu kasus yang berpotensi menjadi kasus pelanggaran HAM apabila tidak dicegah dan ditangani. Namun permasalahan yang muncul dalam satuan pendidikan tidak hanya persoalan kekerasan saja. Pemerintah seharusnya dapat memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi peserta didik, pendidik, dan seluruh stakeholder yang terlibat dalam kependidikan.
Korban pelanggaran HAM di sekolah dapat mencakup anak didik, tenaga kependidikan seperti guru dan kepala sekolah, serta tenaga non-kependidikan seperti penjaga sekolah, penjaga kantin, petugas kebersihan, supir jemputan dan lain-lain. Faktor yang memicu pelanggaran HAM di lingkungan sekolah antara lain sikap egois siswa, kurangnya pengetahuan tentang aturan HAM baik siswa maupun seluruh komponen di sekolah, serta minimnya sanksi terhadap pelanggaran HAM di sekolah.
Salah satu upaya untuk mencegah potensi pelanggaran HAM di sekolah adalah melalui penerapan konsep Sekolah Ramah HAM (SRHAM). Sekolah Ramah HAM adalah program yang digagas Komnas HAM yang merupakan bagian dari PAHAMI (Program Aktualisasi HAM Indonesia).
SRHAM (Human Rights Friendly School) adalah sekolah yang mengintegrasikan nilai-nilai HAM, Pancasila dan UUD 1945 sebagai prinsip-prinsip inti dalam pendidikan dan pengelolaan sekolah, di mana nilai atau prinsip HAM tersebut menjadi arus utama (mainstreaming) dari proses pendidikan yang hadir di semua sendi-sendi kehidupan sekolah tersebut. SRHAM adalah pendekatan yang mengajak sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan mendorong perilaku positif. Tujuannya adalah menghilangkan pelanggaran HAM di lingkungan sekolah.
Penulis : Feri Lubis
Editor : Liza Yolanda
Short link