Rekam Media

Perlindungan Pembela Lingkungan (Hari Lingkungan Hidup se-Dunia 5 Juni 2016)

Oleh: Mimin Dwi Hartono

“Mendarma-baktikan hidup kita dengan berbagai cara untuk melindungi sungai adalah memberikan hidup kita bagi kesejahteraan umat manusia dan planet bumi”

Kalimat tersebut diucapkan oleh Berta Caceres, ketika menerima penghargaan Goldman Environment Prize tahun 2015. Pada 3 Maret 2016 yang lalu, perempuan aktivis berusia 42 tahun itu tewas dibunuh dengan cara ditembak di rumahnya di La Esperanza, Honduras.

Dalam memeringati Hari Lingkungan Hidup Se-Dunia setiap 5 Juni, sangat pantas jika kita jadikan momentum untuk memberikan penghargaan dan mendorong pentingnya kebijakan negara untuk melindungi para pembela lingkungan hidup.

Berta dibunuh karena perjuangannya membela hak-hak masyarakat adat atas lingkungan hidup yang baik dengan menolak pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Agua Zarca, Honduras.

Di Indonesia, tidak sedikit dari para pejuang lingkungan hidup yang mendapatkan intimidasi, kekerasan, bahkan dibunuh karena aktif membela dan memperjuangkan terpenuhinya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang dijamin di dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Tahun lalu, Salim Kancil yang merupakan pejuang lingkungan di Lumajang, tewas dibunuh dengan cara disiksa secara sadis oleh segerombolan orang yang menentang perjuangannya membela hak-hak masyarakat atas dampak tambang pasir di kampung halamannya.

Menurut catatan Walhi, selama lima tahun terakhir, sebanyak 773 pembela lingkungan hidup dikriminalkan, 233 mendapatkan kekerasan dari berbagai pihak termasuk aparat negara, dan 28 tewas (The Jakarta Post, 2/3).

Di tingkat internasional, menurut catatan dari Global Witness, sebuah organisasi internasional yang bergerak di bidang hak asasi manusia (HAM), sepanjang tahun 2002 - 2014, 991 orang pembela lingkungan dan HAM di berbagai belahan dunia tewas dibunuh. Pada 2014, sebanyak 116 pembela lingkungan dan HAM tewas dibunuh di 17 negara atau rata-rata dua orang dibunuh setiap minggunya.

Pembunuhan di berbagai negara tersebut terkait dengan aktivitas para pembela lingkungan yang bersuara kritis terhadap berbagai macam proyek pembangunan, terutama proyek pembangkit tenaga listrik, tambang, agribisnis, dan kayu. Para pembunuh tersebut diduga berasal dari berbagai latar belakang, yaitu preman dan petugas pengamanan perusahaan, juga oknum aparat negara termasuk militer.

Ancaman yang dihadapi oleh para pembela lingkungan selain berupa ancaman pembunuhan dan kekerasan secara mental dan fisik, juga pembungkaman dan pembatasan aktivitas,  diantaranya adalah dicap sebagai anti pembangunan dan membuat peraturan atau legislasi untuk menjerat pembela lingkungan (kriminalisasi).

Di Indonesia, Pasal 66 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur bahwa pembela lingkungan tidak bisa dijerat secara hukum baik perdata maupun pidana.

Namun dalam implementasinya, masih sangat lemah, karena belum dijabarkan secara teknis sehingga masih banyak aktivis lingkungan yang dijerat hukum, sebagaimana disampaikan oleh Walhi.

Para pembela lingkungan mutlak mendapatkan proteksi dari negara karena pekerjaan mereka yang sangat beresiko dan berbahaya karena berhadapan dengan kekuatan besar yang bisa melibatkan jaringan politisi, pejabat, penegak hukum, militer, dan pebisnis.

Tugas dan peran dari para pembela lingkungan yang menyuarakan pihak atau kelompok yang tidak mampu bersuara (the voiceless) dan lingkungan hidup yang tidak mampu membela dirinya sendiri adalah pekerjaan yang mulia sehingga harus dihargai dan diberikan perlindungan yang memadai.

Pemerintah Indonesia harus memberikan prioritas dengan menyusun rencana aksi untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak para pembela lingkungan hidup sebagai pelaksanaan dari Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pembela HAM (2000).

Rencana tersebut diantaranya adalah mentranslasikan Deklarasi tersebut ke dalam kebijakan dan program nasional serta menyusun aturan yang bisa secara efektif sebagai instrumen hukum untuk melindungi para pembela lingkungan dari berbagai ancaman yang jika dibiarkan bisa berujung dengan kekerasan dan bahkan kematian.