Kabar Latuharhary

Penetapan Kawasan Konservasi Wajib Hormati Hak Masyarakat Adat

Pada Senin, 19 Februari 2018, Komnas HAM diwakili oleh Wakil Ketua Eksternal Sandrayati Moniaga memberikan pendapat dalam sidang peradilan pidana di Pengadilan Negeri Lubuk Basung Kabupaten Agam Sumatera Barat.

Kewenangan ini diatur di dalam Pasal 89 ayat (3) huruf (h) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pemberian pendapat di pengadilan ini terkait dengan kasus penangkapan dan penahanan terhadap dua warga masyarakat adat (Sdr. Agusri Masnefi dan Sdr. Erdi Datuk Samiak) di Nagari Koto Malintang Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam dengan tuduhan penebangan kayu di kawasan hutan konservasi cagar alam, yang terjadi pada 27 September 2017.

Walaupun sudah mendapat izin tertulis dari ninik mamak dan walinagari setempat bahwa yang ditebang adalah dua batang kayu bayur diatas tanah ulayat, namun hal itu diduga tidak dihiraukan oleh aparat gabungan polisi kehutanan dan Polres Kabupaten Agam. Keduanya lantas dibawa ke Polres Agam untuk dilakukan penahanan.

Mengingat kasus ini sudah masuk dalam proses hukum (P-21),  LBH Padang minta Komnas HAM memberikan pendapatnya dalam sidang peradilan di Pengadilan Negeri Lubuk Basung terkait dengan penghormatan dan perlindungan hak masyarakat hukum adat atas tanah ulayat.

Dalam persidangan tersebut Sandra Moniaga pada intinya menyampaikan bahwa Konstitusi UUD 1945 mengakui dan menjamin penghormatan dan perlindungan hak masyarakat hukum adat, khususnya hak atas tanah ulayat dan pemanfaatannya.

Soal tuduhan bahwa Agusri Masnefi dan Erdi Datuk Samiak telah menebang kayu di Kawasan Cagar Alam, muncul pertanyaan apakah kawasan dimaksud sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan cagar alam atau belum. Berdasarkan informasi dari BKSDA setempat, kawasan itu belum ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Cagar Alam, yang ada hanya penunjukan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.

Sebagaimana diketahui, syarat dilakukannya penetapan Kawasan Cagar Alam antara lain, adanya pemetaan kawasan, partisipasi masyarakat, penunjukan dan terakhir penetapan oleh pemerintah.  

“Walinagari setempat sudah mendapatkan penghargaan Kalpataru beberapa tahun yang lalu dan praktek pemberian izin penebangan juga sudah berlangsung lama, dengan syarat sesuai dengan prosedur hukum adat setempat. Namun yang terjadi, masyarakat hukum adat ditangkap dan ditahan,” papar Sandra.

Di akhir persidangan, Sandra yang datang bersama dengan Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Sumatera Barat, Sultanul Arifn, memberikan buku kepada Ketua Majelis Hakim terkait dengan pentingnya negara menghormati, memenuhi dan melindungi hak-hak masyarakat hukum adat. Sidang berlangsung sangat menarik dan para hakim tampaknya cukup memahami apa yang disampaikan oleh ahli selama persidangan. Semoga putusan hakim dalam perkara ini sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri yakni keadilan dan kemanfaatan. (Sultanul)

Short link