Kabar Latuharhary

Menyoal Kesetaran Hak di Asia Pasifik

Komnas HAM menghadiri Konferensi  tentang Kesetaraan di Asia Pasifik yang diselenggarakan oleh Forum Asia Pacific dan Hong Kong Equal Opportunities Commission (HKEOC) di Hong Kong pada 20-21 September 2018.

Dalam seminar ini, HKEOC mengundang para narasumber yang berasal dari dari HKEOC, kalangan akademisi, NGOs dan para narasumber dari NHRI yang hadir di dalam pertemuan tahunan APF ke-23.

Dalam konferensi hari pertama, hal-hal yang dibahas antara lain adalah masalah ketidaksetaraan kesempatan yang dialami oleh perempuan. Saat ini kondisi di beberapa negara telah mengalami perbaikan. Namun demikian, kasus ketidaksetaraan kesempatan terhadap wanita masih dengan mudah ditemui, seperti di bidang kesempatan kerja dan bidang pendidikan. 

Salah satu penyebab terjadinya peminggiran terhadap perempuan adalah adanya nilai-nilai masyarakat ataupun kepercayaan masyarakat setempat yang menempatkan perempuan ke dalam posisi kurang menguntungkan. Permasalahan ini perlu mendapat perhatian yang sifatnya menyeluruh, sehingga dapat menemukan pemecahan (jalan keluarnya).

Pada sesi tentang kesetaraan perempuan di bidang ketenagakerjaan, diakui sudah ada kemajuan perempuan di bidang tenaga kerja. Namun demikian, beberapa kasus ketidaksetaraan masih muncul, misalnya di dalam pemberian upah. 

Pada kasus yang terjadi di Palestina, Dr. Ammar Dwaik menyampaikan bahwa ketidaksetaraan kesempatan terjadi karena adanya kemiskinan, buruknya kualitas pendidikan di masarakat. "Ketidaksetaraan tersebut berakibat pada buruknya akses terhadap kesehatan, kurangnya akses terhadap perumahan yang layak, kurangnya akses terhadap keadilan," ujar Ammar. 

Buruknya pemerintahan mempengaruhi kondisi kesetaraan perempuan di bidang ternagakerajan. Reformasi hukum dipandang sangat penting dan dalam reformasi hukum tersebut, harus memperhatikan hak asasi manusia.

Untuk isu tentang etnis minoritas, salah satu isu yang diangkat adalah masalah ketenagakerjaan. Tenaga kerja migrant di Hong Kong berjumlah yang cukup besar, didominasi oleh pekerja dari Indonesia dan Phillipina. Para pekerja migrant, yang mayoritas adalah perempuan, dinilai cukup mendapat perlindungan hukum di Hong Kong. 

Namun demikian, ada sisi dimana mereka kurang mendapat pelayanan yang memadai, yaitu pada saat mereka melahirkan. Mereka kurang mendapat informasi tentang bagaimana semestinya dan kemana mereka harus mendapat pelayanan. 

Pada saat diskusi panel sesi ini, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengemukakan tentang permasalahan-permasalahan yang menjadi perhatian terkait isu buruh migrant di Indonesia, antara lain kemiskinan, kurangnya perlindungan hukum dan masalah pemalsuan data calon pekerja migrant. 
Pada sesi terakhir, masalah disabilitas menjadi topik pembahasan. 

Di dalam masyarakat Hong Kong, jumlah penyandang disabilitias terus meningkat. Namun demikian, pemahaman tentang kelompok penyandang disabilitas cenderung tidak mengalami kemajuan, sehingga berakibat pada marjinalisasi dan penghilangan kesempatan mereka di dalam masyarakat.
 
Konferensi ditutup oleh Ketua Hong Kong Equal Opportunities Commission, Professor Alfred CM Chan, SBS, JP dan Dr. Sima Samar, Ketua Asia Pacific Forum of National Human Rights Institutions sekaligus ketua Afghanistan Independent Human Rights Commission pada 21 September 2018. (Sasanti)

Short link