Kabar Latuharhary

Intoleransi Mengancam Hak Asasi Manusia

Gejala menguatnya intoleransi, radikalisme, dan ekstrimisme dengan ke kerasan telah menjadi keprihatinan kita sebagai bangsa karena merupakan sebuah kemunduran bagi demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. 

Komnas HAM sebagai lembaga mandiri perlu menentukan sikap dan posisi atas maraknya intoleransi karena menjadi ancaman bagi hak asasi manusia. Untuk itu, Sidang Paripurna Komnas HAM telah membentuk Tim guna merespon persoalan intoleransi, radikalisme, dan ekstrimisme dengan kekerasan.

Saat ini, gejala dan tindakan intoleran dan radikalisme tidak hanya tumbuh di dunia pendidikan, akan tetapi juga dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, yang terutama juga dipicu oleh media sosial dan diduga juga kepentingan politik.
 
Gejala-gejala itu bisa dilihat bahwa berdasarkan penelitian Maarif Institute dan Universitas Negeri Syarif Hidayatulah yang digelar di 40 sekolah di lima provinsi pada 2-21 Oktober 2017. 

Penelitian itu mengungkapkan bahwa terorisme masuk melalui organisasi intra sekolah, dengan menginfiltrasi siswa dengan pengetahuan agama yang bernuansa kekerasan dan radikalisme.
 
Sementara Komnas HAM melalui kewenangannya, menerima pengaduan pelanggaran hak atas  kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) berjumlah 97 pengaduan pada 2016, berjumlah 87 pengaduan pada 2015, dan berjumlah 74 pengaduan pada 2014. 

Hal ini jelas kemunduran bagi upaya menciptakan situasi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM di Indonesia, sehingga dibutuhkan adanya langkah-langkah serius dari negara dan segenap komponen masyarakat.

Dalam bentuk kekerasan yang lebih ekstrim, pada 2018, kita menyaksikan rangkaian aksi terorisme yang dimulai dari kerusuhan dan penyanderaan oleh narapidana dan tahanan kasus terorisme di Rutan Cabang Salemba di Mako Brigade Mobil Polri pada 8-10 Mei 2018 yang berakibat gugurnya lima orang anggota Polri dan tewasnya satu orang narapidana teroris. 

Kemudian teror bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya pada 13-14 Mei 2018, setidaknya 28 orang tewas, baik di pihak Polri, pelaku, dan masyarakat.  Teror yang terjadi di Mapolda Riau pada 16 Mei 2018, berakibat meninggalnya satu orang polisi dan menewaskan lima orang terduga teroris yang berupaya menyerang anggota Polri. 

Tindak intoleran, radikalisme, dan kekerasan yang ektrim telah merampas hak asasi manusia. Di dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan. 

Hak atas rasa aman adalah hak konstitusional setiap warga negara yang harus dipenuhi oleh negara. Pun dengan hak atas kebebasan berkeyakinan dan beragama yang dijamin di dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

Pada Jumat-Sabtu, 26-27 Oktober 2018, telah dilaksanakan kegiatan diskusi dengan menghadirkan narasumber yang terdiri atas Anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Hamli dan Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Brigjen Rachmad Wibowo.

Dari pemaparan dan masukan narasumber tersebut, Tim mendapatkan data dan informasi sebagai bahan menyusun Kertas Posisi yang draftnya akan dipresentasikan dalam Sidang Paripurna pada 6-7 November 2018. 

Kertas Posisi itu nantinya disampaikan dalam momentum Hari HAM Internasional pada 10 Desember 2018 kepada Presiden RI.
(MDH)

Short link