
Jakarta
- Penelitian tentang perlindungan bagi pembela hak asasi manusia (HAM) di
bidang lingkungan hidup sebaiknya tidak hanya dilakukan dalam bentuk penelitian
normatif. Namun, diperlukan juga kajian dari aspek sosiologi hukumnya.
Wakil
Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Sandrayati Moniaga menegaskan hal tersebut
dalam diskusi bersama Kemitraan dan Kedutaan Besar Belanda tentang program
"Protecting Human Rights Defenders for Sustainable Development in
Indonesia" (HRD), di Hotel Ashley, Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Salah
satu program HRD ialah penelitian mengenai kerangka hukum bagi pembela HAM atas
lingkungan di Indonesia. Penelitian ini fokus mengidentifikasi payung hukum
bagi pembela HAM di Indonesia, kelemahan pelaksanaan perlindungan bagi pembela
HAM serta rekomendasi untuk penyelesaian masalah perlindungan pembela HAM atas
lingkungan di Indonesia.
Sebagai
salah satu narasumber, Sandrayati menjelaskan, pendekatan sosial perlu
dilakukan karena budaya impunitas di Indonesia masih cukup tinggi. "Tidak
perlu dilakukan kalau menggunakan pendekatan normatif, karena akan terjebak
pada pembahasan pasal saja," tegasnya.
Penelitian
ini, lanjut Sandrayati, mampu memberikan pemaparan komprehensif mengenai apa
yang terjadi di lapangan. Mulai dari pola pelanggaran HAM sampai bedah kasus
untuk menelisik penyebab terjadinya pelanggaran terhadap pembela HAM
tersebut.
"Diperlukan
juga adanya pemaparan mengenai apa yang terjadi pada pelaku pelanggaran HAM dan
bagaimana peran negara terhadap pelaku," jelas Sandrayati.
Di
akhir pemaparannya, Sandrayati memberikan beberapa rekomendasi, antara lain
perlunya inisiatif untuk rancangan Undang-Undang khusus berkaitan dengan
perlindungan pembela HAM. Selain itu, ia juga menyarankan perlunya dokumentasi
pelaku yang dapat digunakan untuk melakukan pemantauan terhadap proses hukum
yang berjalan.
Wakil
Ketua Bidang Internal Hairansyah yang turut menjadi narasumber menilai,
konseptualisasi pembela HAM dalam penelitian ini harus dijabarkan lebih
spesifik. "Komnas HAM sudah ada laporan terkait situasi pembela HAM di
Indonesia yang dibuat pada tahun 2012-2015, namun tidak ada dalam daftar
pustaka," ujarnya.
Lantaran
jejak rekam lembaga pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait
pembela HAM dalam isu lingkungan sudah banyak terlaksana. Hairansyah berharap
rekam jejak tersebut dapat dijadikan pijakan dalam penelitian ini menghasilkan
pemaparan yang lebih spesifik dan mendalam.
Masukan dan rekomendasi atas hasil penelitian tersebut juga disampaikan oleh berbagai unsur terkait seperti pemerintah, lembaga pemerintah seperti Komnas Perempuan dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta LSM. (AH/IW)
Short link