Kabar Latuharhary

“Harapan untuk Diakui”

Latuharhary - Edison Poltak Siahaan menyampaikan harapannya untuk bisa diakui sebagai penyandang disabilitas tuna laring. Hal ini ia utarakan di tengah puluhan orang yang mengikuti Focus Group Discussion (FGD) yang mengangkat tema Upaya Perlindungan HAM Disabilitas Laring, bertempat di ruang pleno utama gedung Komnas HAM Menteng Jakarta, pada Selasa (16/7/2019).

Siahaan (sapaan akrabnya) adalah Ketua Persatuan Wicara Esofagus Indonesia. Ia merupakan salah satu penyandang disabilitas tuna laring di Indonesia. Tahun ini, ia akan mencapai usia 81 tahun. Pada usia senjanya, Siahaan justru terlihat bugar.

Pada FGD yang diselenggarakan oleh Bagian Dukungan Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Siahaan mengungkapkan sejumlah kendala dan hambatan yang harus ia alami sebagai disabilitas tuna laring khususnya ketika berhadapan dengan masyarakat.

"Sangat banyak kendala yang kami temui di masyarakat. Contoh yang paling sederhana, kita batuk saja orang sudah langsung melihat karena memang dari bunyinya saja batuk kita lain daripada orang normal," ungkapnya dengan terbata-bata.

Menurut Siahaan, masih banyak kondisi-kondisi yang melekat pada diri disabilitas tuna laring yang berpotensi menjadi sorotan masyarakat akibat ketidaktahuan mereka. “Kami berharap Komnas HAM dapat membantu kami menyampaikan diri kami kepada masyarakat dan banyak pihak yang lain,” harapnya dengan suara lirih dan parau di depan anggota Persatuan Wicara Esofagus yang lain.

Lebih lanjut, Siahaan juga menyampaikan bahwa hingga kini, pada disabilitas tuna laring juga mengalami persoalan terkait akses atas fasilitas kesehatan. "Harapan saya, semoga Komnas HAM bisa menjadi jembatan supaya keberadaan kami (penyandang disabilitas tuna laring) diakui terutama di Rumah Sakit Cipto. Selama ini, di RS Cipto, keberadaan kami baru diakui oleh sejumlah dokter saja, bukan oleh birokrasinya. Apabila para dokter  tersebut tidak berbicara kepada atasannya, keberadaan kami tidak akan pernah diakui," ungkapnya.

Pengakuan ini penting, lanjut Siahaan, karena dengan pengakuan itu, para penyandang disabilitas tuna laring dapat mengakses sejumlah fasilitas kesehatan yang disediakan oleh rumah sakit pemerintah tersebut. “Ibu Helena ini salah satu orang yang sangat membantu kami di RS Cipto. Kami bisa mendapatkan ruangan untuk pengobatan berkat bantuan para dokter yang mengakui keberadaan kami,” pungkasnya. (Tari/ENS)

 

Short link