Latuharhary – Tim Komnas HAM melakukan pemantauan guna menindaklanjuti pengaduan
masyarakat terkait masalah dampak lingkungan hidup
akibat aktivitas pertambangan PT Global Pasific Utama di Tanjung Agung, Kabupaten
Muara Enim, Sumatera Selatan, pada Senin s.d. Kamis (22-25 Juli 2019).
Pematauan dilakukan dalam bentuk komunikasi dengan para korban dan pemangku kewajiban yang ada di Kabupaten Muara Enim. Selain itu guna memperkuat data-data dan temuan lapangan, Tim Komnas HAM juga melakukan pemantauan langsung ke lokasi tambang.
Berdasarkan rangkaian pemantauan yang telah dilakukan, Tim Komnas HAM mendapatkan sejumlah fakta penting antara lain, di dalam lokasi tambang terdapat pemukiman warga yang meliputi dua desa yakni Desa Pulau Panggung dan Desa Tanjung Lalang, aktivitas tambang cukup dekat dengan aliran sungai enim, kegiatan pertambangan menyisakan penumpukan limbah disposal yang lokasinya tidak jauh dari bibir sungai enim, lubang bekas tambang berdekatan langsung dengan pemukiman warga, dan timbulnya polusi udara dan suara akibat aktivitas penggalian batu bara.
Selain itu, TIM Kommas HAM juga memperoleh informasi dan data bahwa telah terjadinya penyempitan luasan sungai enim yang pada awalnya 100
meter menjadi 60 meter dan pergeseran tanah dan perubahan lokasi penggalian tambang yang
awalnya akan dilakukan di seberang sungai enim kamudian ditetapkan di lokasi
yang dekat dengan pemukiman warga tanpa pelibatan aspirasi dan partisipasi
masyarakat.
Berdasarkan
temuan-temuan tersebut, Komnas HAM akan segera menyampaikan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait guna mendorong segera dilaksanakannya
revitalisasi dan reklamasi terhadap lokasi bekas tambang. Hal ini perlu segera dilakukan terlebih karena aktivitas pertambangan pada lokasi tersebut akan segera berakhir.
Pada saat yang bersamaan, Komnas HAM juga berpandangan bahwa pelaksanaan CSR perusahaan perlu dilakukan percepatan sebagai wujud tindak
lanjut program pemerintah melalui Rencana Induk Pengembangan dan Pemberdayaan
Masyarakat (RIPP) di sekitar tambang, dan mendorong agar Pemerintah Daerah
setempat tetap terus melakukan pengawasan secara berkala namun terukur terhadap
proses revitalisasi dan rekalamasi lokasi bekas tambang yang akan dilakukan
oleh perusahaan.
Upaya-upaya untuk memberikan jaminan atas pemulihan lokasi
bekas tambang, menurut Komnas HAM,
adalah hal yang penting dilakukan sebagai upaya
pelaksanaan tanggung jawab negara termasuk korporasi bagi perlindungan,
pemenuhan, dan pemulihan hak-hak warga untuk mendapatkan lingkungan hidup yang
sehat dan demi keberlanjutan kehidupan warga baik di bidang sosial, ekonomi
dan ekologi.
Sengketa Lahan di Lahat Berujung
Damai
Pada saat yang bersamaan, Tim Komnas HAM RI juga melakukan
pemantauan terkait sengketa lahan antara beberapa warga Desa Banjarsari dengan
PT Banjarsari Pribumi. Lahan yang
disengketakan berlokasi di Desa Banjarsari, Merapi
Timur, Kabupaten Lahat.
Berdasarkan
komunikasi yang telah dilakukan dengan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Lahat melalui Dinas
Pekerjaan Umum, Perumahan dan Pertanahan dan pihak perusahaan, Komnas HAM mendapatkan sejumlah fakta di lapangan bahwa perusahaan telah membayarkan ganti rugi atas penggunaan lahan warga
sebanyak 27 persil, seluas 25,309 Ha, sebesar Rp.55.000/meter.
Pembebasan lahan
warga tersebut dilakukan berdasarkan Surat Keterangan sepriodik dari pemerintah desa
setempat, guna memberikan kepastian hukum bagi para pihak, terkait pembayaran ganti
rugi tersebut. Para pihak sepakat untuk dikuatkan dalam bentuk akta Notaris. Melalui pembayaran ganti
rugi tersebut kepada warga, maka permasalahan ini dinyatakan selesai. (rida/ENS)
Short link