Latuharhary - Tim Sekolah Ramah HAM, Bagian Dukungan Penyuluhan Komnas HAM
menyelenggarakan Workshop dan
Konsinyasi Penyusunan Buku Panduan Penilaian Sekolah Ramah HAM di Hotel Savero
Depok, Jawa Barat pada 23-25 Juli 2019.
Workshop dan Konsinyasi Penyusunan Buku Panduan Penilaian Sekolah Ramah HAM
dibuka langsung oleh Komisioner Pendidikan
dan Penyuluhan Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara dan Kepala Biro Dukungan Pemajuan
HAM, Andante Widi Arundhati.
“Kegiatan ini dilaksanakan sebagai salah satu
bentuk tindak lanjut dari penyusunan draf indikator dan instrumen penilaian
Sekolah Ramah HAM yang telah dikerjakan sejak awal tahun 2017, dimana hal
tersebut akan menjadi alat ukur sekolah yang memenuhi kriteria sebagai pilot project dan role model Sekolah Ramah HAM,” ungkap Andante.
Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan
ini yaitu Jamjam Muzaki dari Kemendikbud, Windarti dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Tri Handito dari SMK Perguruan Cikini. Jamjam Muzaki, dalam paparannya menyebutkan bahwa pada draf
Buku Panduan Penilaian Sekolah Ramah HAM banyak sekali kebijakan-kebijakan yang
memiliki irisan dengan program-program kebijakan yang sudah ada. Selain itu, ia
juga menyampaikan saran-sarannya untuk draf Buku Panduan Penilaian Sekolah
Ramah HAM. “Perlu adanya
penyesuaian istilah-istilah dalam draf Buku Panduan Penilaian Sekolah Ramah HAM
agar tidak terjadi kesalahpahaman, contohnya istilah anak sebagai pelaku
pelanggaran HAM dan lain-lain,” ungkapnya. Windarti,
narasumber dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memaparkan bahwa
program Sekolah Ramah HAM memiliki banyak kesamaan dengan Program Sekolah
Adiwiyata milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kesamaan tersebut
salah satunya terletak pada makna Adiwiyata dimana ada unsur HAM di dalamnya. “Jika pada Sekolah
Ramah HAM terdapat 10 (sepuluh) prinsip, pada Sekolah Adiwiyata terdapat 3
(tiga) prinsip, yaitu edukatif, partisipatif, dan berkelanjutan,” paparnya. Tri Handito sebagai
narasumber terakhir memberikan sarannya terhadap draf Buku ini mengenai peran
aktif negara dalam penghormatan HAM. “Perlu diulas di
buku ini bahwa pemerintah turut berperan aktif dalam upaya penghormatan,
perlindungan, dan pemenuhan HAM. Selain itu, perlu dilakukan koreksi pada skema
penulisan,” tuturnya. Lebih dari itu, Tri
Handito juga menyinggung terkait pelanggaran HAM dalam diskusi guru-guru PPKN
dan praktik-praktik HAM yang terjadi di sekolah. Sejalan dengan Jamjam, ia pun
memberikan saran untuk adanya penyesuaian istilah-istilah dalam draf Buku ini. Turut hadir dalam kegiatan ini tamu undangan dari lembaga
lain seperti Kementerian Sosial dan Lokataru, serta pejabat dan staf perwakilan
dari Biro-Biro di Komnas HAM yang juga menyampaikan masukannya terhadap draf
Buku Panduan Penilaian Sekolah Ramah HAM. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan ada masukan atas indikator dan instrumen penilaian Sekolah
Ramah HAM dari para pihak sehingga dapat tersusun indikator dan instrumen
penilaian yang aplikatif. (Tari/Ibn)
Short link