Latuharhary – Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik menerima petinggi the Global Commission on Drug Policy (the Global Commission). Mereka diantaranya Ketua Ruth Dreifuss beserta Komisioner Prof. Geoff Gallop dan Special Rapperteur/Komisioner Jose Ramos-Horta di Kantor Komnas HAM Menteng, Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Ibu Ruth Dreifuss, Ketua the Global Commission on Drug Policy,
merupakan mantan Presiden negara Swiss (tahun 1999), Komisioner Prof. Gallop
merupakan Mantan Perdana Menteri
Australia Bagian Barat, sementara Jose Ramos-Horta sangat populer di Indonesia
sebagai tokoh perjuangan kemerdekaan Timor Leste, mantan Perdana Menteri dan
Presiden Timor Leste serta penerima Hadiah Nobel untuk Perdamaian.
Kedatangan perdana the Global Commission ke Komnas HAM RI dalam
rangka memperkenalkan misi organisasi yang terbentuk pada 2011 lalu. Pertemuan
yang berlangsung sekitar satu jam ini sekaligus membahas sejumlah isu terkait
kebijakan efektif mengendalikan pemakaian obat-obatan tertentu, pemenuhan
hak-hak para pengguna obat sampai implikasinya terhadap aspek hukum dan hak
asasi manusia.
The Global Commission juga menaruh perhatian terhadap
kriminalisasi terhadap pengguna obat-obatan, penerapan hukuman mati dan
berbagai pendekatan yang keliru dan bertentangan dengan prisnsip kesehatan
serta hak asasi manusia. Karena itu, organisasi ini memberikan rekomendasi
kepada pemerintah secara global agar hak-hak para penggunanya yang legal
berbasis kesehatan dapat terpenuhi. Ibu Dreifuss sekaligus berharap, perkenalan
organisasinya dengan Komnas HAM dapat mengembangkan perspektif dari sisi dasar
hukum diplomatik dan standar norma berbasis hak asasi manusia.
Mencermati harapan tersebut, Ketua Komnas HAM menekankan bahwa
negara memang perlu memformulasikan regulasi yang lebih efektif untuk mencegah
penyalahgunaan obat-obatan. Berbagai temuan dan kajian memperlihatkan proses
hukum yang bertentangan dengan standar dan norma hak asasi (seperti penerapan
hukuman mati, kriminalisasi terhadap pengguna) malah memperkeruh keadaan. Tidak
ada bukti yang signifikan memperlihatkan hukuman mati dan pemenjaraan pengguna
obat terlarang dapat mengurangi peredaran obat terlarang tersebut. Rumah
tahanan dan penjara malah kelebihan kapasitas dan menjadi tempat peredaran obat
terlarang yang paling subur. Berbagai kekerasan juga terjadi di dalam rumah
tahanan dan penjara akibat peredaran obat terlarang dimaksud.
Ketua Komnas HAM RI juga mengangkat isu “extra judicial killing”
yang terjadi di dalam langkah pemberantasan perdagangan obat terlarang.
Pelanggaran hak asasi menjadi pendekatan yang diterima padahal sama sekali
tidak menyelesaikan masalah dan bahkan merusak sendi-sendi keadilan itu
sendiri. Harus ada keberanian mengubah pandangan ini dan Komnas HAM RI sangat
senang bisa bekerja sama dengan The Global Commission untuk membangun
pendekatan yang efektif tersebut.
Taufan menilai, salah satu yang dapat dijadikan solusi sementara
saat ini dengan menyediakan rehabilitasi bagi pengguna obat-obatan
terlarang. “Komnas HAM juga perlu menggandeng kepolisian agar aparatnya
mengetahui dan menghormati standar setting hak asasi manusia untuk penanganan
kasus penggunaan obat-obatan seperti yang dilakukan dalam penanganan
terorisme,” ujar Taufan.
“Seorang pemimpin harus bisa menegaskan prinsip-prinsip
keadilan dan hak asasi manusia meskipun bertentangan dengan opini publik,” pungkas Ibu Dreifuss menimpali.
(AAP/IW/ATD)
Short link