Kabar Latuharhary

Komnas HAM Kupas Pengadilan Online di Kejaksaan Agung RI

Jakarta – Pandemi COVID-19 telah berdampak di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor penegakan hukum. Secara tidak langsung pandemi ini telah menyebabkan dihentikannya proses peradilan dengan metode konvensional.  Banyaknya kasus perkara yang mandek tersebut melahirkan inovasi atau teroboson hukum acara melalui Pengadilan Online yang diselenggarakan melalui vidcon atau video conference. Merespon apa yang telah dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI dan Pengadilan terkait pengadilan online, Komnas HAM mengundang  Kejaksaan Agung RI yang diwakili oleh Didik Farkhan, Kepala Pusat Data Statistik Kriminal dan Sarana Informatika Teknologi Informasi (Pusdaskrimti) Kejaksaan Agung RI dalam sebuah Forum Group Discussion (FGD) Online dengan tema “Terobosan Hukum Secara Online” pada Jumat (17/04/2020).

Kejaksaan Agung RI telah menyelesaikan 25.754 perkara yang disidangkan dari 410 Kejaksaan Negeri. Didik Farkhan mengungkapkan “Hampir tiga puluh ribu kasus perkara mandek bila tidak dibantu pengadilan secara online.  Lahirnya inovasi pengadilan daring atau online court ini sangat membantu proses peradilan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, pengadilan online ini dibuat berdasarkan Memorandum of Understanding (MOU) yang telah disepakati oleh Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, serta Kementerian Hukum dan HAM  pada 13 April 2020 dalam  rangka penyelesaian  perkara yang mandek pasca pandemi COVID-19 menyebar di Indonesia. Peradilan online ini sukses menyelesaikan ribuan kasus serta melahirkan inovasi lain seperti pelimpahan berkas secara online dengan bantuan aplikasi sehingga mempercepat proses peradilan.

Dalam diskusi ini, Komisioner Pengkajian dan Penelitian yang juga Ketua Tim Ad-hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat di Prov. Aceh (penyelidikan proyustisia) Komnas HAM,Choirul Anam mempertanyakan “apakah seluruh proses peradilan online ini telah mendapat persetujuan dari  terdakwa dan pihak-pihak terkait?”. Hal ini patut dipertegas, mengingat pentingnya pemenuhan hak saksi, korban, maupun terdakwa selama proses peradilan online ini berlangsung.

“Pengadilan online ini  tetap memperhatikan hak hakim, jaksa, saksi, korban  dan terdakwa dimana seluruh proses telah mendapat persetujuan semua pihak, sehingga penegakan hukum secara online ini masih berperspektif HAM. Pelimpahan berkas penyelidikan pun dilakukan secara online mengingat  kertas  dapat menjadi media penularan COVID-19. Oleh karena itu, data penyelidikan diubah kedalam media digital yang dapat diakses secara online. Pengadilan online dilakukan hanya berdasarkan MOU, kedepannya kami berharap hal ini dapat dimasukkan kedalam KUHAP dengan ditambahkan kata dapat dilakukan secara tele conference,“  papar Didik.(Feri/Ibn)

Dok: Bill Oxford/unsplash.com

Short link