Kabar Latuharhary

Mencari Titik Temu HAM dan Pertumbuhan Ekonomi


Latuharhary – “Jika kita ingin menata kesejahteraan kehidupan ekonomi kita ke depan, maka tidak boleh ada sentralisasi dan hegemoni modal,” kata Komisioner Subkomisi Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, M. Choirul Anam, dalam diskusi online dengan tema “HAM DAN KECEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI. Dapatkah berjalan bersama?”, pada Minggu, (26/04/2020).

Komisioner Anam, menyampaikan bahwa ada banyak konsep dan teori yang dapat menyediakan jalan lain untuk membangun kesejahteraan. “Banyak orang menilai yang namanya membangun kesejahteraan itu ya membangun infrastruktur, jalan, gedung-gedung mewah, dan sebagainya. Padahal, tidak harus ada seperti proyek mercusuar untuk menunjukkan bahwa sebuah negara itu sudah maju,” ucapnya.

Ia menambahkan bahwa paradigma pembangunan yang dapat melekat pada semua sisi kehidupan manusia adalah terkait kehidupan yang layak. “Minimal, setiap orang dapat menikmati satu standar kehidupan yang layak, kalau itu yang menjadi ukurannya saya yakin paradigma tersebut akan membawa kita menuju jalan yang berbeda dengan negara-negara yang hanya mengukur pembangunan seperti proyek mercusuar itu sebagai sebuah negara maju,” ujar Anam.

Anam kembali menjelaskan bahwa setiap orang tidak dapat melepaskan diri dari kegiatan ekonomi. “Dalam konteks hak asasi manusia, ekonomi merupakan bagian dari HAM, termasuk juga bagaimana seseorang mengembangkan diri, mendapatkan hidup dan pendidikan yang layak dan sebagainya,” jelasnya.

Anam berpandangan bahwa negara Indonesia jangan sampai hanya akan menjadi tempat untuk eksploitasi oleh perusahaan-perusahaan yang bila alamnya rusak, maka akan ditinggalkan. Jika hal itu terjadi maka eksistensi negara dan tata kelola ekonomi yang baik menjadi penting dalam konteks pemenuhan hak asasi manusia. “Oleh karena itu, sangatlah penting keberadaan dan eksistensi negara dalam menata dan menjamin kehidupan layak setiap warga negaranya,” tegasnya.

Dalam konteks hukum dan hak asasi manusia, setiap perusahaan itu juga memiliki kewajiban. Salah satu kewajibannya adalah mengikuti dan memenuhi standar minimum kehidupan yang layak. Hal tersebut merupakan tugas pemerintah untuk menciptakan standar minimum yang baik. Fungsi-fungsi pemerintahan inilah yang kemudian harusnya dapat berperan dengan cukup baik dalam percepatan pertumbuhan ekonomi.


Sejalan dengan Anam, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati mengungkapkan bahwa berdasarkan kasus-kasus di YLBHI pembangunan itu pada dasarnya hanya untuk pengambilalihan sumber-sumber daya ekonomi masyarakat, untuk kemudian memusatkannya pada segelintir orang.

“Rata-rata, pembangunan itu tidak bertanya terlebih dahulu kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Padahal, pembangunan itu juga harus mampu diartikan sebagai sebuah kesejahteraan. Kesejahteraan yang bukan hanya dinilai karena sesorang memiliki uang yang banyak, tetapi juga adanya kehidupan yang sejahtera,” ungkap Asfin.

Saat menutup webinar ini, Andre Prayoga, Kepala Departemen Sosial Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Jerman selaku moderator, mengungkapkan bahwa tujuan diadakannya webinar tersebut adalah untuk menginformasikan perkembangan ekonomi. “Salah satu tujuan diadakannya webinar ini adalah untuk menginformasikan kepada publik bahwa dibalik perkembangan ekonomi yang pemerintah kita sedang lakukan sekarang ini sebenarnya juga banyak menimbulkan kejadian-kejadian eksploitatif yang jarang tersentuh”, pungkas Andre. (Niken/Ibn)



Short link