Kabar Latuharhary

Konflik Bisnis dan HAM Jadi Perhatian Komnas HAM 

Latuharhary - Isu bisnis dan hak asasi manusia (Business and Human Rights/BHR) menduduki peringkat kedua terbesar untuk ditindaklanjuti oleh Komnas HAM.

Hal ini disampaikan Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik dalam United Nations Virtual Forum on Responsible Business and Human Rights 2020 bertajuk "Harnessing the Power of National Human Rights Institutions in Facilitating Access to Effective Remedy" yang diselenggarakan oleh UNDP Business and Human Rights Asia-Pacific melalui Zoom Webinar, Selasa (9/6/2020).

Berdasarkan data Komnas HAM RI tahun 2018, aduan yang masuk mengenai kepolisian sejumlah 1.670 kasus, sedangkan aduan terkait sektor bisnis sebanyak 1.021 disusul pemerintah daerah sebanyak 682 kasus. Varian irisan aduan kasus antara kepolisian serta pemerintah daerah juga berkorelasi dengan isu bisnis dan hak asasi manusia. 

Aduan terkait BHR mencakup isu konflik agraria dalam wujud perampasan lahan, penyalahgunaan wewenang, batas wilayah dan polusi lingkungan, serta pelanggaran hak masyarakat adat yang melibatkan kegiatan bisnis. Sementara cakupan sektor bisnis lainnya yang banyak diadukan, antara lain perkebunan, pertambangan, minyak dan gas, industri serta konstruksi dalam konteks pembangunan infrasktruktur nasional. 

Komnas HAM melakukan sejumlah upaya sesuai undang-undang dalam menangani aduan tersebut. Aduan kemudian diproses untuk ditangani tim pemantauan dan investigasi. Kemudian, Komnas HAM mengundang para pihak untuk memberi keterangan dan klarifikasi yang ditindaklanjuti dengan penerbitan rekomendasi.

Selain itu, Komnas HAM juga melakukan pengkajian dan penelitian terhadap isu-isu spesifik. Misalnya, tahun lalu Komnas HAM melakukan kajian mengenai pertambangan  dengan mengundang berbagai pihak seperti korban hingga kalangan NGO (Non-Governmental Organization) dan komunitas. 



“Komnas HAM juga menyelenggarakan konsultasi publik, seperti pada tahun 2019 untuk membahas persoalan pembangunan infrastruktur jalan tol yang juga banyak diadukan. Kami mengundang semua pihak yang terlibat dengan duduk bersama untuk mencari solusi,” urai Taufan.

Tidak hanya itu, Taufan juga menjelaskan Komnas HAM melakukan upaya mediasi sebagai alternatif solusi permasalahan isu BHR. 

“Selain itu, kami juga mendorong agar pemerintah mengedepankan standar hak asasi manusia dalam melakukan segala bentuk aktivitas bisnis. Selain semua yang disebutkan di atas, Komnas HAM juga memiliki upaya mediasi, merupakan mandat yang diatur dalam undang-undang Nomor 39 Tahun 1999. Kami dapat merancang mediasi, rekonsiliasi, negosiasi dengan mengundang pihak yang terlibat duduk bersama untuk mencari solusi,” ujar Taufan.

Salah satu kasus yang sukses ditangani oleh Komnas HAM, yaitu proyek pembangunan New Yogyakarta Airport. Sengketa yang melibatkan kontraktor, masyarakat, dan pemerintah daerah diinvestigasi dan berhasil mempertemukan semua pihak untuk duduk bersama membahas dan mencari solusi. 

“Tentunya tidak hanya yang menyangkut kasus besar, kami juga menangani aduan individu seperti konflik pekerja dengan perusahaan,” sambung Taufan.

Menyoal tantangan bagi komisi hak asasi manusia di Asia, Taufan menilai adanya ketimpangan kekuasaan antara pihak yang dirugikan dengan perusahaan. 

“Dari beberapa mediasi yang telah kita lakukan, terlihat posisi korban memang dirugikan sehingga kita usulkan untuk dilakukan reviu ataupun amandemen beberapa regulasi seperti dalam pertambangan, perkebunan, hingga agraria. Apalagi permasalahan yang paling banyak diadukan adalah terkait agraria dan sumber daya alam. ” jelas Taufan. 

Pembicara lain dalam webinar ini, antara lain Mohnsa Ansari (anggota NHRC Nepal), Kamal Uddin Ahmed (anggota NHRC Bangladesh), Prof Amara Pongsapich (perwakilan AICHR di Thailand), Andy Hall (peneliti Human Rights Defender dan Migrant Worker). Surya Deva dari UN Working Group on Business and Human Rights turut menjadi moderator. (AAP/IW)

Short link