Kabar Latuharhary

Komnas HAM Beri Kuliah Online Bagi Ratusan Perwira Siswa Pendidikan SESKOAU

Kabar Latuharhary – Komnas HAM melalui Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan, Beka Ulung Hapsara menjadi dosen tamu dalam Kuliah online Mata Pelajaran Hak Asasi Manusia, Senin (15/06/2020). Kuliah online ini diberikan bagi ratusan Perwira Siswa Pendidikan Seskoau Angkatan ke-57 TP 2020, yang terdiri dari Perwira TNI AU, Perwira TNI AD, Perwira TNI AL, Polri dan Perwira yang bertugas di Mancanegara.

Mengawali kuliah, Beka mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada Komnas HAM untuk memberikan materi terkait hak asasi manusia, beliau berharap tujuan dari kuliah Seskoau ini dapat tercapai. 

Kuliah online yang dilaksanakan dengan aplikasi  Zoom Meeting tersebut dibagi menjadi 2 (dua) sesi. Pada sesi pertama, Beka menjelaskan mengenai hak asasi manusia secara terperinci, mulai dari tugas dan fungsi Komnas HAM, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, definisi HAM, sejarah HAM, perkembangan HAM, konvenan hak sipil politik, hingga konvenan hak ekonomi, sosial dan budaya.

Pada sesi kedua adalah sesi tanya jawab, di mana Beka memulai dengan menjawab beberapa pertanyaan dari perwira siswa. Dari awal pembelajaran berlangsung, banyak perwira siswa yang mengajukan pertanyaan antara lain mengenai sifat hak asasi manusia, HAM bagi TNI dan Polri, konsep kelembagaan dan kewenangan perwakilan Komnas HAM di daerah, pandangan Komnas HAM terhadap penyampaian aspirasi dengan penggunaan senjata, tindakan kurang manusiawi masyarakat kepada aparat apakah masuk dalam pelanggaran HAM, LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender), dan lain-lain.

Beka menjelaskan bahwa dalam konsep hak asasi manusia, yang memiliki HAM adalah warga negara, yaitu masyarakat. Selain itu, aparat sipil, aparat penegak hukum dan aparat keamanan yang menjadi korban pada suatu peristiwa bukan merupakan korban pelanggaran HAM karena memiliki kewenangan lebih banyak yang dilekatkan kepada mereka, hal ini yang membedakan mereka daripada warga negara biasa. Misalnya polisi berwenang untuk melakukan upaya paksa saat penegakan hukum. Selain itu, pada saat teknis operasional di lapangan, aparat juga dibekali alat pelindung diri tindak kekerasan.

Terkait kelembagaan dan kewenangan kantor perwakilan, Komnas HAM memiliki 6 (enam) kantor perwakilan di daerah. Kantor perwakilan Komnas HAM sebagian besar berlatar belakang sejarah yang panjang sebagai daerah eks konflik. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 membuka peluang jika ada Pemerintah Provinsi yang berkomitmen untuk memiliki kantor perwakilan Komnas HAM. Kantor Perwakilan Komnas HAM berstatus administratif dipimpin oleh seorang kepala kantor. Selain bertugas administratif tugas lainnya adalah memberikan penyuluhan dan melakukan pemantauan. Namun demikian Kepala Kantor perwakilan tidak berwenang untuk mengambil keputusan.

Lebih lanjut, Beka memaparkan 5 (lima) kewajiban negara yaitu menghormati (to respect), memajukan (to promote), memenuhi (to fulfill), melindungi (to protect) dan menegakkan (to enforce), peta sebaran pengaduan 2019, pelanggaran HAM yang berat, mekanisme penyelesaian judicial dan non judicial, Rekomendasi Komnas HAM 11 Desember 2018, strategi kerjasama global, partisipasi dalam mekanisme HAM PBB, peran strategis Indonesia sebagai anggota dewan HAM, serta penerapan HAM dalam tugas-tugas TNI juga situasi keamanan nasional dan peran TNI-Polri.

Komnas HAM pada 2019 menerima 2.757 (dua ribu tujuh ratus lima puluh tujuh) aduan. Polri menempati urutan pertama diadukan dengan jumlah aduan 744 aduan, dilanjutkan dengan Korporasi sebanyak 483 aduan dan Pemda sebanyak 315 aduan. “Sampai saat ini, polisi adalah pihak yang paling banyak diadukan ke Komnas HAM. Pokok aduan paling banyak adalah proses hukum tidak sesuai prosedur sebanyak 46,8%, kemudian lambatnya penanganan kasus, kriminalisasi serta kekerasan dan penyiksaan,” jelasnya.

“Selama 2019, kami (re: Komnas HAM) menerima pengaduan sebanyak 80 (delapan puluh) kasus dengan pihak teradu TNI. Wilayah paling banyak diadukan adalah Jawa Barat dan DKI dengan permasalahan paling banyak aduan terkait hak atas kesejahteraan yaitu permasalahan agraria (lahan),” pungkasnya. (Utari/Ibn/RPS)

Short link